Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memperkirakan sekitar 30 persen masyarakat Indonesia mengalami penyakit mental. Dengan asumsi total jumlah penduduk Indonesia mencapai 280 juta jiwa, maka ada sekitar 84 juta jiwa, jumlah tersebut setara dengan kombinasi penduduk di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Yang kena depresi juga tinggi sekali. Itu bukti orang yang terpelajar sakit mentalnya tinggi,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Sebab itu, kata Budi, pemerintah menelurkan program skrining gratis untuk kesehatan mental yang akan dilaksanakan bagi anak sekolah, dewasa, dan lansia. Tujuan skrining ini guna mendeteksi dan menangani masalah kesehatan mental yang selama ini kurang mendapatkan perhatian.
Budi mengakui bahwa masalah penyakit mental selam ini kurang mendapat sorotan serius dari pemerintah. Padahal, kata dia, data menunjukkan 1 dari 10 orang mengalami gangguan mental seperti anxiety atau kecemasan, depresi, atau bipolar.
“Sama seperti penyakit jantung, ini perlu penanganan serius,” katanya.
Skrining kesehatan mental ini akan berbentuk kuesioner untuk mengidentifikasi gangguan mental sejak dini. Budi bilang bahwa ide program ini terbesit setelah mendengar kasus perundungan di Universitas Diponegoro (Undip) yang berdampak pada kesehatan mental mahasiswa.
“Kita kaget ketika menemukan data bahwa 13 persen dokter peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) pernah berniat bunuh diri,” katanya.
Kasus Perundungan di Undip
Kasus perundungan yang dimaksud Budi adalah bullying yang menimpa dr. Aulia Risma Lestari, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Kasus ini telah menjadi sorotan publik sejak kematiannya pada September 2024.
Aulia ditemukan meninggal dunia, dan dugaan awal mengarah pada tindakan bunuh diri akibat tekanan perundungan yang dialaminya selama menjalani pendidikan spesialis.
Setelah kematian dr. Aulia, pihak kepolisian melakukan penyelidikan mendalam. Polda Jawa Tengah telah memeriksa 34 saksi, termasuk rekan seangkatan dan para senior di PPDS Anestesiologi Undip. Hasil penyelidikan mengungkap adanya praktik perundungan yang dialami oleh dr. Aulia selama masa pendidikannya.
Pada Desember 2024, kepolisian menetapkan tiga dokter senior berinisial TE, SM, dan Zr sebagai tersangka dalam kasus perundungan terhadap dr. Aulia. Mereka diduga melakukan tindakan intimidasi dan pemerasan yang berkontribusi pada tekanan mental korban.
Pihak Fakultas Kedokteran Undip dan RSUP Dr. Kariadi mengakui adanya praktik perundungan dalam lingkungan pendidikan dokter spesialis. Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, menyatakan komitmennya untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pendidikan guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Kasus ini masih dalam proses hukum, dengan fokus pada pertanggungjawaban para tersangka dan evaluasi sistemik di lingkungan pendidikan kedokteran. Budi juga menyoroti pentingnya penanganan kasus ini secara transparan dan tuntas untuk memastikan keadilan bagi korban serta perbaikan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.
Gangguan Mental sebagai Pandemi Global
Konsep bahwa gangguan mental merupakan pandemi global mulai mendapatkan perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Istilah ini mengacu pada tingginya prevalensi gangguan mental di seluruh dunia yang berdampak luas pada kesehatan masyarakat, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, bipolar, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) kini diakui sebagai masalah global yang memerlukan perhatian serius.
Istilah “pandemi global” untuk gangguan mental tidak memiliki satu pencetus tunggal, tetapi dikembangkan dari pemikiran kolektif sejumlah ahli kesehatan mental dan organisasi internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Organ ini menjadi pelopor utama dalam menyuarakan keprihatinan terhadap gangguan mental sebagai masalah kesehatan global.
Dalam World Health Report 2001, WHO menyoroti bahwa gangguan mental dan neurologis menyumbang 13% dari beban penyakit global, dengan depresi menjadi penyebab utama disabilitas di dunia.
Sementara itu, Vikram Patel, seorang psikiater dan peneliti kesehatan global, menjadi tokoh kunci yang menggagas ide tentang pentingnya menempatkan kesehatan mental sebagai prioritas global. Melalui makalahnya di The Lancet (2007), Patel memperkenalkan konsep “kesenjangan pengobatan kesehatan mental” (treatment gap), yakni kurangnya akses ke layanan kesehatan mental di negara-negara berkembang. Dia menyebutkan bahwa banyak negara menghadapi “pandemi senyap” akibat kurangnya sumber daya untuk menangani gangguan mental.
Beberapa alasan yang mendasari gangguan mental dianggap sebagai pandemi global adalah:
Baca Juga:
Studi: Transgender Lebih Sering Alami Gangguan Mental dan Pikiran Bunuh Diri
Hari Kesehatan Mental Sedunia: WHO Soroti Kesehatan Mental Para Pekerja
Lebih dari 10 Ribu Tentara Israel Alami Gangguan Mental atau Terluka sejak Insiden 7 Oktober