Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menganggap penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) membawa implikasi yang kompleks bagi dinamika politik Indonesia.
Mantan Ketua MPR RI itu menjelaskan, di satu sisi putusan itu memberikan kesempatan besar bagi partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden (pilpres) dengan bertambahnya jumlah pasangan calon. Akan tetapi, di sisi lain bertambahnya jumlah pasangan calon presiden, menurut dia tidak selalu berdampak positif.
“Penghapusan presidential threshold diperkirakan jumlah pasangan calon presiden bisa meningkat dari tiga pasangan pada Pilpres 2024, menjadi lebih dari empat, atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Jumat (10/1/2025).
Kondisi itu, menurut dia, bakal menimbulkan sejumlah risiko, mulai dari fragmentasi politik, polarisasi, tingginya biaya politik, hingga munculnya calon berkualitas rendah. Sebab itu, menurut dia strategi yang tepat perlu dicari untuk menghindari kelewat banyaknya pasangan calon presiden, kualitas yang rendah, dan agenda politik yang sempit.
Bamsoet juga berpandangan bahwa peningkatan jumlah kandidat dalam pilpres tidak selalu berdampak positif bagi demokrasi. Dia menyinggung pengalaman yang terjadi di banyak negara menunjukkan bahwa banyaknya kandidat dalam pilpres, sering kali disertai dengan latar belakang politik yang kurang matang, visi dan misi yang terbatas, serta keterwakilan politik yang tidak proporsional.
Dia mencontohkan Pemilu Presiden Brasil 2018, di mana terdapat 13 kandidat yang bertarung. Hasilnya muncul banyak calon presiden dengan pengalaman politik yang minim, serta menciptakan kebingungan pemilih untuk mencari figur pemimpin kredibel.
“Salah satu tantangan utama setelah penghapusan presidential threshold adalah menjaga kualitas kandidat. Masyarakat perlu cerdas dalam memilih dan mendorong partai-partai untuk mengusulkan calon presiden yang memiliki visi dan misi yang jelas, serta agenda yang luas dan inklusif,” katanya.
Selain soal kualitas, dia berujar banyaknya kandidat dalam pilpres juga berpotensi menimbulkan polarisasi. Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya, rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik.
“Dengan banyaknya calon presiden yang ada, dapat dipastikan bahwa pemilihan presiden akan berlangsung lebih dari satu putaran yang akan menambah beban biaya pemilu bagi pemerintah,” katanya.
Sebelumnya, MK lewat putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 menghapus PT 20 persen untuk calon presiden dan wakil presiden. Putusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan.
Suhartoyo menjelaskan bahwa norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
Baca Juga:
Ketua MPR Bamsoet Terbukti Langgar Kode Etik di Kasus Amandemen UUD 1945, Diberi Sanksi Ringan
Jokowi soal Bamsoet Ingin Bikin Sirkuit di IKN: Kenapa Tidak?
Bamsoet: Presiden Jokowi yang Putuskan Lokasi Sirkuit Formula E\