Internasional

AS Nyatakan RSF Lakukan Genosida di Sudan

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Flickr/State Department Photo by Ron Przysucha/Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) telah melakukan genosida di Sudan. Departemen Keuangan AS juga memberikan sanksi terhadap pemimpinnya, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti.

Aksi ini sebagai langkah tegas yang menandai pergeseran kebijakan AS yang sebelumnya memperlakukan kedua belah pihak, bersama angkatan bersenjata Sudan, dalam konflik brutal ini sebagai sama-sama bersalah.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyatakan, RSF dan milisi sekutunya telah melakukan pembunuhan sistematis terhadap rakyat di negara yang terletak di Afrika itu.

“RSF dan milisi sekutunya secara sistematis membunuh pria dan anak laki-laki — bahkan bayi — berdasarkan etnis mereka, serta secara sengaja menargetkan perempuan dan anak perempuan dari kelompok etnis tertentu untuk diperkosa dan mengalami kekerasan seksual brutal lainnya,” kata Blinken dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip melalui The Washington Post, Selasa (7/1/2025).

“Milisi yang sama telah menargetkan warga sipil yang melarikan diri, membunuh orang-orang tak bersalah yang mencoba menghindari konflik, dan mencegah warga sipil yang tersisa mengakses pasokan penyelamat jiwa,” lanjut Blinken.

Perang antara RSF dan militer Sudan telah menyebabkan kelaparan yang meluas di sebagian negara berpenduduk 50 juta jiwa itu, menciptakan krisis pengungsi terbesar di dunia, dan menarik para pejuang dari negara-negara tetangga. Jumlah korban tewas sejauh ini tidak diketahui karena sebagian besar negara tidak memiliki jaringan internet atau telepon, tetapi pejabat AS tahun lalu memperkirakan sekitar 150.000 orang telah tewas.

Deklarasi genosida dan pengumuman sanksi ini akan semakin mencoreng citra internasional Hemedti, yang sudah rusak akibat laporan terus-menerus tentang kekejaman RSF dan milisi sekutunya, seperti pemerkosaan massal, penjarahan, pembersihan etnis, penculikan, perbudakan, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Komandan RSF sering memposting video yang membanggakan eksploitasi mereka atau memperlihatkan mereka menyiksa penduduk desa.

Ezzaddean Elsafi, penasihat senior RSF, mengatakan bahwa deklarasi tersebut adalah “tidak rasional.”

“Kebijakan luar negeri Amerika […] tidak lagi mendominasi geopolitik dan tidak dapat menentukan arah politik lokal di tempat-tempat di mana ia campur tangan,” tulisnya di platform X.

“Segmen besar rakyat Sudan sangat frustrasi dengan tindakan ini, tetapi hal ini tidak akan menghalangi mereka untuk mengakhiri perang ini dan membangun Sudan yang adil, demokratis, dan makmur,” tambahnya.

Sejak akhir Perang Dingin, pemerintah AS baru menyatakan genosida sebanyak enam kali, yakni di Bosnia pada 1993, Rwanda pada 1994, Irak pada 1995, wilayah Darfur Sudan pada 2004, daerah yang dikuasai oleh Negara Islam pada 2016 dan 2017, dan di Myanmar pada 2022. Deklarasi ganda pada hari Selasa, 7 Januari 2025 ini merupakan langkah terkuat yang pernah diambil pemerintah AS sejak perang saudara Sudan pecah pada April 2023.

Hemedti memimpin kerajaan keluarga yang luas dengan kekayaan diperkirakan mencapai miliaran dolar, mencakup emas, senjata, properti, dan perusahaan holding yang banyak yang beroperasi di Uni Emirat Arab (UEA). Pernyataan sanksi hari Selasa juga menargetkan tujuh perusahaan yang dikendalikan RSF, semuanya berbasis di UEA.

Meskipun demikian, sanksi ini tidak mungkin menyapu bersih seluruh kekayaan Hemedti — sebelum konflik pecah, ia cukup kaya untuk secara pribadi menjanjikan lebih dari $1 miliar untuk membantu menstabilkan Bank Sentral Sudan setelah krisis ekonomi negara itu.

Sejak itu, pasukannya telah melakukan penjarahan besar-besaran di sebagian besar negara yang mencakup hasil panen, emas, kendaraan, dan uang tunai. Warga Sudan juga melaporkan kekurangan kronis uang tunai akibat penjarahan tersebut.

Keterlibatan Rusia dan Dukungan untuk Kedua Sisi

Amerika Serikat menuduh Rusia mendukung kedua belah pihak dalam konflik Sudan. Washington mengatakan bahwa Rusia menghargai emas yang diterima dari Sudan dan negara-negara lain karena membantu Rusia menghindari sanksi internasional.

Baca Juga:

Lebih dari 130 Perempuan Sudan Pilih Bunuh Diri Massal Ketimbang Diperkosa dalam Perang

Kemenlu Ungkap Pekerja Migran Indonesia Tak Digaji Terbanyak di Saudi dan Malaysia

Puluhan WNI di Sudan Menolak Dievakuasi Karena Alasan Keluarga

Share: AS Nyatakan RSF Lakukan Genosida di Sudan