Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menyita Hotel Aruss yang terletak di Semarang, Jawa Tengah. Penyitaan itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus judi online (judol).
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf menyebut, hotel senilai Rp200 miliar itu dibangun dari dana judol. Penyitaan terhadap properti itu dilakukan setelah pihak berwenang melakukan penelusuran transaksi keuangan yang dilakukan oleh para pemain sampai bandar judol atau judi daring.
“(Menyita) aset berupa satu unit Hotel Aruss yang ada di Semarang, Jawa Tengah yang dikelola oleh PT. AJP (Arya Jaya Putra)” ujar Helfi dalam konferensi pers di Jakarta, pada Senin (6/1/2025).
Dia menerangkan bahwa pengelolaan hotel tersebut berasal dari dana yang ditransfer dari rekening seseorang berinisial FH. Dana tersebut disalurkan ke lima rekening yang masing-masing atas nama OR, RF, MD, dan KP (dua rekening).
Terdapat juga penarikan tunai dan penyetoran tunai yang dilakukan oleh seorang berinisial GP dan AS senilai Rp40,5 miliar.
Polisi menyebut bahwa rekening-rekening tersebut ditengarai dikelola oleh bandar judi online. “Rekening tersebut diduga dikelola oleh bandar yang terkait dengan platform judi online antara lain ‘Dafabet, Agen138, dan Judi Bola’” katanya
Menurutnya para bandar itu menampung seluruh dana hasil bisnis haram pada rekening-rekening yang mereka buat. Selanjutnya dana tersebut dicarikan secara tunai. Hal itu sebagai upaya layering atau pengelabuan untuk menyembunyikan asal-usul dari uang tersebut.
“Selanjutnya, setelah uang ditarik tunai digunakan untuk membangun Hotel Aruss di Semarang,” ujarnya.
Kendati begitu, polisi belum membeber nama-nama pelaku yang terlibat dalam bisnis ilegal tersebut. Polisi bilang bahwa para tersangka terancam dijerat menggunakan Pasal 3 atau pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 juncto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 303 KUHP.
Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar pada kasus TPPU. Sementara pada kasus perjudian daring, mereka bisa terancam 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp25 juta. Sedangkan pada kasus UU ITE, mereka terancam dihukum maksimal 6 tahun penjara, serta denda paling tinggi Rp1 miliar.
Baca Juga:
Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Dituntut 15 Tahun Penjara dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU
KPK Sita 91 Kendaraan Mewah dalam Kasus TPPU Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari