Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS dan e-Money tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Hal itu disampaikan Airlangga dalam sebuah acara di kawasan Alam Sutera, Tangerang, Banten, pada Minggu (22/12/2024).
Airlangga Hartarto bilang bahwa QRIS bukan hanya bisa digunakan bertransaksi di Indonesia, melainkan juga di sejumlah negara di kawasan Asia tenggara. Transaksi QRIS di sana, kata dia tidak dikenakan PPN.
“Salah satunya QRIS juga bisa digunakan di berbagai negara lain di ASEAN, termasuk Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand. Jadi kalau ke sana pun pakai QRIS dan tidak ada PPN,” ujar Airlangga.
Pun demikian bagi e-Toll yang menurut mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga tidak dikenakan PPN.
“Jadi transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, e-Toll juga tidak ada PPN,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah memastikan bahwa transaksi uang elektronik jadi salah satu layanan yang terdampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, transaksi uang elektronik sebagaimana yang telah diatur merupakan objek pajak yang tidak bebas PPN.
“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti kepada media di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
UU PPN ini telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menjadi dasar hukum pemerintah mulai menaikkan PPN 12 persen pada awal 2025 mendatang.
Dalam beleid tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Sehingga, ketika pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga berlaku bagi transaksi uang elektronik.
Aturan lebih terperinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Adapun layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Pengenaan PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.
Hal semisal juga berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).
Baca Juga:
Pemerintah Pastikan Transaksi Uang Elektronik Ikut Terdampak PPN 12 Persen
Ketum PBNU Ajak Masyarakat Dengar Penjelasan Utuh Pemerintah terkait PPN 12 Persen