Lima warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan Amerika Serikat (AS) bersama-sama menggugat Pemerintah AS atas sikapnya yang terus memberikan bantuan militer kepada Israel di tengah dugaan pelanggaran HAM serius negara itu terhadap rakyat Gaza.
Gugatan itu menuduh Departemen Luar Negeri AS gagal menerapkan undang-undang federal yang melarang transfer dana ke unit militer asing yang terlibat dalam pelanggaran berat seperti pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan.
“Kegagalan terencana Departemen Luar Negeri dalam menerapkan ‘Undang-Undang Leahy’ sangat mengejutkan di tengah eskalasi pelanggaran berat hak asasi manusia Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Perang Gaza meletus pada 7 Oktober 2023,” demikian bunyi gugatan tersebut yang diumumkan pada Selasa (17/12/2024), dikutip Al Jazeera.
Penggugat utama dalam kasus ini ialah seorang guru Gaza yang disebut dengan nama samaran Amal Gaza, telah dipaksa mengungsi sebanyak tujuh kali sejak perang dimulai, dan 20 anggota keluarganya telah tewas dalam serangan Israel.
“Penderitaan saya dan kehilangan yang tak terbayangkan yang dialami keluarga saya akan jauh lebih berkurang jika AS berhenti memberikan bantuan militer kepada unit-unit Israel yang melakukan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia,” katanya dalam pernyataan yang menyertai gugatan tersebut.
AS Sempat Ancam Israel
AS sempat mengancam akan menghentikan pasokan senjata ke Israel jika dalam tempo sebulan negara itu belum menyelesaikan masalah krisisi kemanusiaan di Gaza. Ancaman itu dilayangkan melalui sebuah surat yang dikirim Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin kepada Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer pada Minggu (13/10/2024).
Dalam salinan surat yang diperoleh outlet media Israel, The Times of Israel pada Selasa (15/10/2024) itu, Blinken dan Austin menyesalkan bahwa beberapa bulan terakhir telah terjadi penurunan signifikan jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza. Mereka mempertanyakan komitmen Israel untuk tidak membatasi masuknya bantuan ke Gaza, serta komitmen negara itu untuk menggunakan senjata AS sesuai dengan hukum internasional.
Dalam surat itu, keduanya menyoroti penurunan aliran bantuan kemanusiaan Gaza yang turun hingga lebih dari 50 persen.
“Untuk membalikkan tren aliran bantuan kemanusiaan yang menurun dan konsisten dengan jaminannya kepada kami, Israel harus – mulai sekarang dan dalam waktu 30 hari – bertindak berdasarkan langkah-langkah konkret,” tulis Blinken dan Austin, seperti dikutip melalui The Times of Israel.
“Kegagalan untuk menunjukkan komitmen berkelanjutan dalam menerapkan dan mempertahankan langkah-langkah ini mungkin berdampak pada kebijakan AS berdasarkan NSM-20 [Memorandum Keamanan Nasional 20] dan undang-undang AS yang relevan,” kata surat itu menambahkan.
Komitmen Israel itu diberikan secara tertulis pada Maret lalu guna memastikan kepatuhan negara itu terhadap Memorandum Keamanan Nasional (NSM) yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Februari 2024. Memo tersebut berlaku untuk semua negara penerima bantuan keamanan AS.
Seorang pejabat Israel di Washington kemudian mengatakan kepada The Times of Israel bahwa negaranya sedang meninjau keputusan terakhir. “Israel menanggapi masalah ini dengan serius dan bermaksud untuk mengatasi kekhawatiran yang disoroti dalam surat ini dengan rekan-rekan Amerika kami,” kata pejabat itu.
Diketahui bahwa NSM bulan Februari mewajibkan penerima bantuan keamanan AS untuk memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan menggunakannya untuk melanggar hak asasi manusia atau membatasi bantuan kemanusiaan di wilayah di mana senjata AS digunakan.
Kegagalan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan memo tersebut akan menempatkan pemerintah AS dalam pelanggaran hukum AS, sehingga membahayakan kelanjutan pengiriman senjata ke negara tersebut. Namun, belakangan Pemerintah AS gagal merealisasikan ancaman tersebut.
Pemboman dan operasi darat Israel di Gaza diketahui telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina sejak awal Oktober 2023. Perserikatan Bangsa-Bangsa serta kelompok-kelompok hak asasi manusia terkemuka dunia telah menuduh militer Israel melakukan kejahatan perang, termasuk genosida.
Baca Juga:
Beda dengan Assad, Pemimpin Oposisi Suriah Memastikan Tidak Akan Perangi Israel
Eks Presiden Israel Ungkap Mendiang Ratu Elizabeth II Sebut Semua Orang Israel ‘Teroris’
Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) Bungkam Soal Bombardir Israel terhadap Suriah