Hukum

Bank DKI Diduga Lakukan Korupsi dalam Proses Ambil Alih Aset PT TPSI

Admin — Asumsi.co

featured image
Pemilik PT Tucan Pumpco Services Indonesia (PT TPSI), Perintis Gunawan (PG) [kanan] dan Kuasa Hukum PT TPSI, Dr. Cecep Suhardiman [kiri]/Ist.

Bank DKI diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pengambilalihan aset milik PT Tucan Pumpco Services Indonesia (PT TPSI), debitur bank milik Pemerintah Provinsi Jakarta tersebut.

Aset tersebut berupa tanah dan  bangunan seluas 1.343 meter persegi yang terletak di Jalan Wijaya I No. 7, Petogogan, Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan. Aset tersebut merupakan jaminan kredit PT TPSI di Bank DKI.

“(Aset) diambil alih oleh PT. Bank DKI (AYDA) dengan memakai nama Delly Andrian yang diduga telah terjadi tindak pidana korupsi. Karena nilai ambil alih dari debitur PT TPSI sebesar Rp55 miliar lebih kecil daripada nilai bukunya (sebagaimana LHP BPK RI)” kata Kuasa Hukum PT TPSI, Dr. Cecep Suhardiman dalam konferensi pers di Jakarta, pada Rabu (18/12/2024).

Cecep mengatakan, aset yang diambil alih Bank DKI itu mestinya dijual kembali kepada pihak lain dalam tempo setahun setelah diambil alih. Namun, realisasinya bank tersebut tidak melakukan aturan itu. Malahan, kata Cecep, aset tersebut dipakai untuk Learning Centre Bank DKI.

“Sehingga telah terjadi pelanggaran hukum yang merugikan klien kami, baik secara moril maupun materiil,” katanya.

Bukan hanya itu, Cecep menduga jajaran Direksi PT Bank DKI juga telah melakukan tindak pidana korupsi dalam sejumlah penanganan kasus baik di level Polda Metro Jaya maupun Mahkamah Agung (MA).

Kecurigaan ini terendus dari laporan keuangan korporasi tersebut yang mencatat telah menggelontorkan dana sampai miliaran rupiah dalam penanganan laporan ke Polda Metro Jaya pada 2017 silam.

“Hal ini dibuktikan dengan adanya pengeluaran uang dalam jumlah yang tidak wajar, yaitu sebesar Rp2.420.000.000,” katanya.

Menurut Cecep, jajaran Direksi PT Bank DKI juga diduga telah melakukan korupsi dengan mengeluarkan biaya untuk eksekusi hak tanggungan pada tahun 2017. Padahal kegiatan tersebut tidak ada.

Biaya yang dikeluarkan Bank DKI untuk melakukan kegiatan yang diduga fiktif itu, kata Cecep sampai sebesar Rp1,5 miliar.

Cecep menduga, Direksi PT Bank DKI juga melakukan korupsi dalam penanganan laporan polisi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Mabes Polri tahun 2018. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengeluaran uang dengan jumlah yang tidak wajar, yaitu sebesar Rp450 juta, dan kemudian sebesar Rp900 juta.

“Direksi PT Bank DKI diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan mengeluarkan biaya yang tidak wajar untuk kasasi di Mahkamah Agung pada tahun 2018, yaitu sebesar Rp1.100.000.000,” katanya.

Bukan hanya itu, Bank DKI juga diduga melakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan perbuatan kriminalisasi terhadap klien Cecep sehingga mengakibatkan semua kegiatan bisnis kliennya lumpuh.

Atas sejumlah temuan indikasi korupsi tersebut, Cecep mengaku bakal mengadukan hal tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pihaknya mengharapkan supaya KPK mendalami pelbagai indikasi korupsi pada BUMD milik Pemerintah Provinsi Jakarta tersebut.

“Poin-poin di atas merupakan inti pengaduan atas pengeluaran uang yang tidak wajar yang dilakukan oleh Direksi PT Bank DKI, yang diduga kuat telah merugikan keuangan negara. Melalui pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diharap ada tindak lanjut sebagaimana mestinya,” katanya.

Awal Mula Seteru Bank DKI vs PT TPSI

Pada 2016 silam, Bank DKI melelang aset milik PT TPSI akibat debitur itu tidak bisa memenuhi kewajibannya untuk membayarkan angsuran kredit kepada pihak bank. Corporate Secretary Bank DKI saat itu, Zulfarsha mengatakan, pihaknya telah menerbitkan empat kali surat peringatan. Namun, pihak debitur tidak merealisasikan penyelesaian tunggakan kredit.

PT TPSI sempat mengajukan restrukturisasi kredit, namun berdasarkan kajian mereka, debitur itu tidak memenuhi unsur dari 3 pilar restrukturisasi. Sehingga Bank DKI menempuh jalur eksekusi lelang agunan kredit tersebut.

Pelaksanaan lelang kemudian dilakukan melalui Balai Lelang Swasta di KPKNL Jakarta V yang dilakukan sebanyak lima kali  dengan limit lelang awal  Rp70 miliar. Kemudian limit lelang kedua turun jadi Rp60 miliar, limit lelang ketiga turun lagi jadi Rp55 miliar.

Skema seperti inilah yang dipandang pihak PT TPSI menjadi modus  bagi  PT Bank  DKI  untuk meraih  keuntungan  lain  dari penjualan kembali aset debiturnya. Sebab, pada lelang keempat dan kelima limit lelang dipatok sebesar Rp55 miliar, yang akhirnya dibeli sendiri oleh PT Bank DKI dengan harga yang sama Rp55 miliar.

Di samping itu, menurut perhitungan PT Bank DKI,  total kewajiban kredit yang harus dibayar PT TPSI adalah sebesar Rp46.4 miliar, sehingga  dari lelang tersebut masih tersisa uang hasil lelang sebesar Rp9 miliar. Namun, kata Cecep, duit itu hingga kini tidak diketahui ada di mana.

Baca Juga:

Duit Rp1,2 T dari Bank DKI ke Ancol terkait Formula E?

Kejaksaan Tangkap 2 Bos Bank DKI, Kasus Korupsi Kredit Apartemen

Pemprov DKI Batalkan Anggaran Normalisasi Sungai, Utang Bank Untuk Formula E

Share: Bank DKI Diduga Lakukan Korupsi dalam Proses Ambil Alih Aset PT TPSI