Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra meminta semua pihak tidak terjebak dendam di masa lalu soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Yusril menyampaikan hal itu dalam peringatan Puncak Hari HAM di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, pada Selasa (10/12/2024).
“Kita memang jangan terlalu banyak terperangkap oleh masa lalu, kita harus melihat ke depan, kita mencatat peristiwa-peristiwa masa lalu, kita menyelesaikan sejauh mungkin dapat diselesaikan, tapi janganlah kita terlibat dalam dendam dan permusuhan,” ujar Yusril.
Kendati begitu, menurut Yusril pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mendorong agenda HAM di Tanah Air. Dia bilang, Prabowo bakal kembali mendorong pembentukan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Hal itu bertujuan guna menjadi dasar hukum penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Walaupun Undang-Undang KKR dibatalkan tapi pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” katanya.
UU KKR merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi selama masa lalu, termasuk masa otoritarianisme Orde Baru, konflik bersenjata, dan peristiwa politik tertentu yang meninggalkan dampak traumatis bagi masyarakat. Penyelesaian ini bertujuan untuk memberikan keadilan kepada korban, mencari kebenaran, dan mempromosikan rekonsiliasi.
Lewat semangat itu, muncul UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR yang disahkan sebagai dasar pembentukan KKR. Undang-Undang ini mengatur pembentukan lembaga yang bertugas mengungkap fakta pelanggaran HAM berat di masa lalu, memberikan rekomendasi kompensasi, restitusi, atau rehabilitasi bagi korban, serta mendorong rekonsiliasi melalui pengakuan kebenaran dan pemberian amnesti.
Namun, pada tahun 2006, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No. 27 Tahun 2004 karena dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan. Beberapa pasal dinilai tidak memberikan jaminan keadilan bagi korban, seperti mekanisme amnesti yang mensyaratkan korban memaafkan pelaku terlebih dahulu.
Ada kekhawatiran bahwa rekonsiliasi hanya menguntungkan pelaku tanpa memperhatikan kebutuhan korban untuk memperoleh keadilan. Dengan pembatalan tersebut, KKR tidak dapat dilaksanakan sesuai rancangan yang telah diatur dalam UU tersebut.
Meskipun UU KKR dibatalkan, wacana pembentukan KKR tetap hidup melalui berbagai pendekatan lain, seperti lewat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyediakan investigasi dan rekomendasi terkait pelanggaran HAM berat.
Pemerintah dan masyarakat sipil juga terus mencari jalan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti melalui mekanisme pengadilan HAM dan inisiatif non-yudisial. Terdapat pula usulan untuk merancang undang-undang baru yang lebih menjamin hak korban dan memenuhi standar internasional dalam penyelesaian pelanggaran HAM.
Baca Juga:
Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) Bungkam Soal Bombardir Israel terhadap Suriah
Pemain Persija Muhammad Ferarri Keberatan Skuad Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 Dinilai Kelas Dua
Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) Bungkam Soal Bombardir Israel terhadap Suriah