Kementerian Agama (Kemenag) tengah mengkaji usulan sertifikasi pendakwah buntut sorotan publik terhadap adab dai Miftah Maulana Habiburrahman yang melontarkan hinaan terhadap seorang pedagang es saat mengisi ceramah di Magelang, Jawa Tengah. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan, rencana itu nantinya akan dibahas juga bersama DPR RI.
“Sedang kita kaji, nanti dalam waktu dekat ini,” ujar Nasaruddin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/12/2024).
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengaku berniat untuk menghidupkan kembali wacana sertifikasi bagi para pendakwah. Namun, sebelum mengambil langkah itu, dirinya akan lebih dahulu berdiskusi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi-organisasi keagamaan lainnya.
“Ya nanti kita lihat kalangan yang mengerti masalah ini semua. Mungkin akan ada masukan dari majelis ulama, kalangan-kalangan dari ormas-ormas keagamaan, dan sebagainya. Nanti kita minta pendapat mereka,” kata Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
Kasus hinaan Miftah terhadap seorang pedagang es teh mendapat banyak sorotan publik lantaran posisinya sebagai pendakwah dan Utusan Khusus Presiden, sebelum kemudian mengundurkan diri dari jabatan di Kabinet Merah Putih buntut kasus tersebut.
Miftah sendiri telah menyampaikan permohonan maaf atas hinaannya itu. Dia juga telah menemui pedagang es teh tersebut secara langsung.
Miftah berdalih bahwa dirinya khilaf telah menghina pedagang tersebut dengan kata ‘goblok’ saat mengisi ceramah di salah satu pondok pesantren di Magelang beberapa waktu lalu.
Pro-Kontra Sertifikasi Pendakwah
Program sertifikasi dai atau penceramah bukan tanpa penolakan. Wacana ini sempat bergulir beberapa tahun lalu selama era pemerintahan mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sejumlah pihak menganggap sertifikasi sebagai bentuk kontrol yang berlebihan dari pemerintah terhadap aktivitas keagamaan, yang dapat melanggar prinsip kebebasan beragama.
Wacana ini juga memunculkan kekhawatiran bahwa sertifikasi bisa digunakan untuk menghambat kelompok tertentu atau membatasi ruang gerak dai yang berbeda pandangan dengan lembaga yang mengeluarkan sertifikat.
Namun, pihak yang pro akan wacana ini beralasan bahwa sertifikasi dapat memastikan para dai memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama serta kemampuan komunikasi yang baik. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran informasi yang keliru.
Baca Juga:
Meutya Hafid Minta Dai Berdakwah Terkait Bahaya Judi Daring
Pendakwah Gus Miftah Respons Tudingan Intervensi Agama Farel Prayoga
Dorong Nasionalisme Lewat Dakwah, Habib Luthfi Dikukuhkan Sebagai Warga Kehormatan TNI AD