Mantan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dan sejumlah pihak menggugat Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara perdata. Gugatan yang teregister dengan nomor perkara 661/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst itu, didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).
Pengacara Habib Rizieq, Aziz Yanuar mengatakan gugatan terhadap Jokowi dilayangkan lantaran kepala negara itu disebut melakukan kebohongan publik sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta di 2012 sampai menjadi presiden dua periode yang berakhir di 2024.
Aziz menyebut kebohongan Jokowi itu salah satunya ihwal pernyataan 6.000 unit pesanan mobil ESEMKA, hingga kebohongan mengenai data uang Rp11 ribu triliun yang ada di kantong Jokowi.
“Gugatannya perihal dugaan kebohongan dengan menggunakan instrumen ketatanegaraan,” ujar Aziz ketika dikonfirmasi.
Dalam salah satu petitum gugatan tersebut, pihak penggugat meminta agar Jokowi membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp5.246,75 triliun untuk disetorkan kepada kas negara.
Respons Istana
Menanggapi gugatan tersebut, Staf Khusus(Stafsus) Presiden Dini Purwono menyebut bahwa hal itu merupakan hak setiap warga negara. Namun, dia mewanti-wanti agar upaya hukum dilakukan secara serius dan bertanggung jawab.
Dia menyampaikan setiap orang yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya. Prinsip hukum tersebut, menurutnya harus selalu dikedepankan.
“Jangan menggunakan upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi secara semena-mena hanya untuk sekadar mencari sensasi atau tujuan provokasi,” ujar Dini di Jakarta, Senin (7/10/2024).
Dia menyampaikan selama 10 tahun masa Pemerintahan Jokowi, tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Sebab itu, pihaknya mengembalikan penilaian kinerja Jokowi selama 10 tahun ini kepada masyarakat.
“Ini mungkin nanti kita lihat bagaimana perkembangannya agar lebih jelas, apakah gugatan ini ditujukan kepada Pak Jokowi sebagai Presiden atau sebagai pribadi,” kata Dini.
Baca Juga:
Dua Elite Gerindra Temui Habib Rizieq
Rizieq Shihab Bebas Murni, Nyatakan Perang kepada Pihak Terlibat Kasus KM 50