General

Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Pak Midun Kembali Gowes ke Jakarta Tuntut Keadilan

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Miftahudin Ramli (53) alias Ebes Midun/X @tribunmelawan

Miftahudin Ramli (53) alias Ebes Midun kembali melakukan aksi bersepeda (gowes) dari Bata, Jawa Timur ke Jakarta, guna menuntut keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan Malang.

Tragedi Kanjuruhan merujuk pada insiden berdarah menewaskan ratusan orang yang tengah menonton laga antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022).

Midun kembali mengayuh sepedanya dari Batu menuju Jakarta pada Jumat (20/9/2024) malam. Aksi ini dilakukan menjelang peringatan dua tahun Tragedi Kanjuruhan.

“Masih seperti tahun kemarin, beliau akan melewati Kota Ke Kota untuk menyuarakan tentang tragedi kanjuruhan yang belum Terusut Tuntas hingga hari ini,” tulis akun Instagram basis pendukung Arema FC, AREMA REVOLUTION.

Midun pernah melakukan aksi serupa pada Agustus 2023 silam. Saat ini, perjalanan Midun disebut-sebut sudah berada di wilayah Jawa Tengah.

Dalam sejumlah dokumentasi di media sosial, Midun berpose di makam pahlawan buruh Marsinah dengan sepeda berkeranda bertuliskan ‘Ladub Berkeranda Mencari Kesaktian Pancasila’ dan ‘Justice for Kanjuruhan’ sebagai simbol perjuangannya.

Midun menargetkan perjalanannya dapat tiba di wilayah Lubang Buaya, Jakarta pada Selasa (1/10/2024). Wilayah itu dipilih Midun lantaran sebagai tempat mengenang peristiwa kekejaman dan pengkhianatan dalam sejarah Indonesia.

“Tujuannya mencari kesaktian Pancasila, apalagi Tragedi Kanjuruhan juga pas hari itu. Saya akan memperingati di sana dengan rekan-rekan, berdoa untuk keadilan Kanjuruhan. Pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila itu kita juga ikut upacara,” kata Midun kepada awak media.

Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dan menjadi salah satu insiden paling mematikan dalam sejarah sepak bola. Kejadian ini bermula setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, di mana Arema kalah 2-3. Kekalahan ini memicu kemarahan sebagian suporter Arema yang turun ke lapangan untuk memprotes.

Pihak kepolisian merespons dengan menembakkan gas air mata, baik ke arah lapangan maupun tribune penonton. Tindakan ini bertentangan dengan aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di stadion tertutup. Gas air mata menyebabkan kepanikan massal, dan ribuan orang berdesakan untuk keluar melalui pintu yang sempit. Banyak yang terinjak-injak dan kehabisan napas dalam kekacauan tersebut, mengakibatkan 135 korban jiwa, termasuk anak-anak.

Setelah insiden ini, kecaman luas muncul terkait penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi. Beberapa pihak menuntut pertanggungjawaban atas buruknya penanganan situasi di lapangan, termasuk kondisi stadion yang tidak memadai dalam situasi darurat.

Tragedi ini menimbulkan luka mendalam dalam dunia sepak bola Indonesia dan memicu reformasi dalam pengelolaan pertandingan sepak bola di masa mendatang.

Baca Juga:

Pembebasan Ronald Tannur, Hakim atas Nama Mangapul juga Pernah Bebaskan Dua Bekas Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan

MA Batalkan Vonis Bebas Dua Polisi Terdakwa Kasus Kanjuruhan

Polisi Kembali Tolak Laporan Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan

Share: Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Pak Midun Kembali Gowes ke Jakarta Tuntut Keadilan