Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menangguhkan praktik Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) Yan Wisnu Prajoko di RS Kariadi, Semarang. Hal itu buntut kasus dugaan perudungan atau bullying yang berujung maut di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Undip.
Penghentian sementara praktik Yan Wisnu Prajoko di fasilitas kesehatan itu tertuang dalam surat pemberitahuan dari rumah sakit tersebut yang ditandatangani Direktur Utama RS Kariadi, dr Agus Akhmadi.
“Bersama ini disampaikan bahwa aktivitas klinis Saudara sementara diberhentikan untuk menghindari konflik kepentingan sampai dengan proses penanganan kasus tersebut selesai dilakukan,” demikia bunyi surat tersebut, seperti dikutip pada Selasa (3/9/2024).
Surat itu mengacu pada surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 terkait Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RS Kariadi.
Adapun kasus perundungan dimaksud adalah yang menimpa seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Undip pada Prodi Anestesi, dokter Aulia Risma Lestari. Ia ditemukan tewas dengan cara bunuh diri yang diduga akibat perundungan di lingkungan pendidikannya.
Sebelumnya, hasil investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan bahwa mendiang dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi pada Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, mengalami pemalakan hingga puluhan juta.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril menyebut pemalakan itu datang dari para senior korban di PPDS Undip. Adapun permintaan uang tersebut berkisar antara Rp20 juta-Rp40 juta per bulan.
Pihaknya meyakinkan bahwa permintaan uang tersebut di luar biaya pendidikan resmi. “Permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli (2022) hingga November 2022,” kata Mohammad Syahril dalam keterangannya, seperti dikutip pada Senin (2/9/2024).
Menurut Mohammad Syahril, dr. Risma juga ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya. Para senior menugaskannya untuk menyalurkan duit tersebut guna kebutuhan nonakademik, seperti membiayai penulis lepas untuk naskah akademik senior, menggaji OB, serta pelbagai kebutuhan para senior lain.
Pungutan liar para senior itu dinilai memberatkan mendiang dan keluarga. Sebab itu Mohammad Syahril menduga pungutan ini menjadi pemantik dr. Risma tertekan sebab tak menduga ada sejumlah pungutan sebesar itu.
“Bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut,” kata Syahril.
Sementara menyangkut dugaan perundungan yang dialami mendiang, kata Mohammad Syahril, masih didalami oleh Kemenkes bersama kepolisian.
Baca Juga:
Para Pelaku Pemerkosaan Dokter India Ditangkap
Menkes Ungkap Banyak Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Berniat Bunuh Diri
Sempat Dipecat, Unair Kembali Angkat Budi Santoso Sebagai Dekan Fakultas Kedokteran