Presiden Joko Widodo atau Jokowi turut merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melonggarkan prasyarat partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dalam pilkada. Kepala Negara itu mengatakan bahwa ia turut mengamati perkembangan dan respons warganet di media sosial terhadap putusan tersebut.
Lantas dari sekian banyak respons warganet, menurut Jokowi tetap saja yang banyak mendapatkan atensi ‘Si Tukung Kayu’.
“Setelah saya lihat media sosial, salah satu yang ramai tetap soal ‘Si Tukang Kayu’. Kalau seseorang sering buka media sosial pasti tahu Si Tukang Kayu ini siapa,” ujar Jokowi, seperti dikutip melalui saluran YouTube Golkar Indonesia pada Kamis (22/8/2024).
Jokowi menekan bahwa putusan tersebut dibuat oleh MK yang merupakan organ yudikatif. Sementara mengenai revisi RUU Pilkada yang telah dirapatkan DPR RI adalah dalam rangka mengemban tanggung jawab legislatif, yakni membuat aturan.
“Tapi tetap yang dibicarakan adalah Si Tukang Kayu. Ya tidak apa-apa, itu warna-warni sebuah demokrasi,” katanya.
Namun, Jokowi menekankan bahwa pemerintah sebagai lembaga eksekutif begitu menghormati lembaga yudikatif seperti MK, serta lembaga legislatif seperti DPR RI. Oleh karenanya, dia juga amat menghormati kewenangan dan keputusan yang dibuahkan kedua lembaga tersebut.
“Mari kita menghormati keputusan, beri kepercayaan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan proses secara konstitusional,” katanya.
Istilah ‘Si Tukang Kayu’ yang banyak beredar di media sosial diduga merujuk kepada Jokowi mengingat latar belakangnya sebelum terjun ke politik praktis, yakni sebagai pengusaha mebel kayu.
Diketahui bahwa DPRI RI telah menyetujui RUU Pilkada dibawa ke paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan itu dibuat melalui rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Baidowi atau Awiek di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Dalam salah satu isinya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melonggarkan partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon kepala daerah pada pilkada. Namun dengan ketentuan peraturan itu hanya berlaku khusus terhadap parpol nonparleman atau parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD saja.
Sementara, bagi parpol yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.
Langkah itu dianggap sebagai upaya menganulir putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Putusan itu menyebutkan, partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang minimal mempunyai 7,5 persen suara untuk mencalonkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur di provinsi yang berpenduduk 6-12 juta jiwa. Ketentuan ini dinilai mengecilkan peluang lawan kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024.
Baca Juga:
Audisi Tari AMANAH: Para Penari Aceh Ingin Unjuk Potensi ke Presiden Jokowi
Tanggapi Revisi UU Pilkada, Menkumham: Siapa Bilang DPR Lakukan Pembangkangan?