Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dijadwalkan akan menggelar rapat guna membahas revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada Rabu (21/8/2024). Salah satu materi pembahasan mengenai Pasal 40 beleid tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Pasal itu terkait ambang batas (threshold) partai politik untuk pencalonan kepala daerah pada pilkada.
Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus mengatakan bahwa merevisi UU Pilkada itu demi membatalkan Putusan MK soal perubahan syarat pencalonan kepala daerah.
“Akan membahas besok perubahan UU Pilkada. Artinya, mau memotong atau membuat putusan MK menjadi tidak berguna karena mengubah undang-undang,” kata Deddy melalui akun TikTok pribadinya di @deddyyevrysitorus, seperti dikutip Rabu (21/8/2024).
Menurut Deddy klaimnya bukan tanpa sebab. Pasalnya pembahasan revisi UU Pilkada itu mendadak dilakukan sehari setelah MK memutuskan untuk mengubah klausul pada Pasal 40 UU Pilkada. Dari sana ia menuding bahwa Baleg begitu jelas menjadi alat bagi kekuasaan.
Deddy sendiri mengapresiasi putusan MK yang menurunkan prasyarat bagi partai maupun gabungan partai untuk dapat mengusung pasangan calon kepala daerahnya sendiri. Sebab dengan begitu dapat memunculkan lebih banyak paslon.
Ia juga menganggap putusan itu dapat menggagalkan rencana sejumlah pihak untuk menggelar skema kotak kosong di Pilkada Serentak 2024.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengizinkan partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang minimal mempunyai 7,5 persen suara untuk mencalonkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur di provinsi yang berpenduduk 6-12 juta jiwa. Hal itu termaktub dalam putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, pada sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Dalam amar putusannya, MK menyatakan provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, maka partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut untuk dapat mendaftarkan pasangan calon.
Baca Juga:
Survei: Mayoritas Pemilih NasDem, PKS, dan PKB Pilih Anies Ketimbang RK dalam Pilkada Jakarta