Kelompok perlawanan Palestina, Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin politik barunya, menggantikan Ismail Haniyeh yang terbunuh dalam serangan bom di Iran pada akhir bulan lalu.
Penunjukan Sinwar diumumkan dalam pernyataan singkat Hamas yang disiarkan di saluran media pemerintah Iran yang pro-Hamas, pada Selasa (6/8/2024). Dilansir dari The Guardian, Sinwar, pemimpin militer Hamas yang dipandang sebagai dalang serangan 7 Oktober terhadap Israel, diyakini saat ini bersembunyi di serangkaian terowongan di bawah tanah Gaza.
Dia adalah otak utama pengambil keputusan kelompok tersebut di Gaza, dan diyakini memegang kendali atas sekitar 120 sandera Israel yang masih dalam tahanan Hamas.
Seorang pejabat Senior Hamas mengatakan penunjukan Sinwar sebagai pemimpin kelompok tersebut mengirimkan pesan kuat kepada Israel bahwa Hamas terus melanjutkan jalur perlawanannya.
Sementara itu, salah seorang anggota Hamas, Abu Abdallah mengatakan, pria berusia 61 tahun ini adalah operator keamanan yang “par excel” atau terbiak. Abu Abdallah sendiri begitu mengenal Sinwar karena dirinya menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya di penjara-penjara Israel.
“Dia mengambil keputusan dengan sangat tenang, namun keras kepala ketika harus membela kepentingan Hamas,” kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017, seperti dilansir dari TRT World.
Lahir di kamp pengungsi Khan Younis di selatan Gaza pada 1962, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmed Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu Intifada Palestina pertama dimulai pada 1987. Ia dianggap sebagai salah satu pemain kunci antara Brigade Qassam dan politbiro organisasi tersebut. Dia telah memimpin dalam menilai kembali hubungan solidaritas Hamas.
Sinwar memimpikan sebuah negara Palestina tunggal yang menyatukan Gaza yang terkepung, Tepi Barat yang diduduki, dan Yerusalem Timur yang diduduki. Sinwar sering menegaskan bahwa dia tidak akan menoleransi siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah, salah satu faksi lain di Palestina.
Dia dilaporkan telah mengirim utusan ke Mahmoud Abbas untuk rekonsiliasi. Dia termasuk di antara 1.027 tahanan Palestina dan Arab Israel yang dibebaskan oleh Israel sebagai imbalan atas pembebasan tentara Israel Gilad Shalit oleh Hamas pada tahun 2011.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 2018, Sinwar berpendapat bahwa perang baru bukanlah kepentingan siapa pun, tentu saja bukan kepentingan pihaknya.“Kepemimpinan Hamas sedang berusaha mencapai gencatan senjata jangka panjang dengan Israel. Di masa lalu, gencatan senjata semacam itu telah mengakibatkan peningkatan pasokan makanan dan pengiriman medis yang sangat dibutuhkan, yang saat ini ditolak atau ditahan dalam jangka waktu lama oleh otoritas Israel,” tambahnya.
Ketika ditanya tentang pengepungan Israel di Gaza dan tanggapannya? Sinwar berkata, “Saya tidak mengatakan saya tidak akan berperang lagi. Saya mengatakan saya tidak ingin ada perang lagi. Yang saya inginkan adalah diakhirinya pengepungan. Komitmen pertama saya adalah bertindak demi kepentingan rakyat saya; untuk melindungi mereka dan membela hak mereka atas kebebasan dan kemerdekaan,” katanya.
Seperti diketahui, Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh telah dibunuh di Teheran, Iran berdasarkan laporan resmi Hamas yang dirilis pada Rabu (31/7/2024) pagi. Hamas mengatakan bahwa Haniyeh meninggal akibat serangan Zionis yang menarget penginapannya di Teheran.
New York Times (NYT) melaporkan bahwa menyusul kematian Haniyeh, Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei memerintahkan negaranya agar menyerang Israel secara langsung. Tiga orang sumber NYT yang merupakan pejabat Iran mengatakan, salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah serangan terkoordinasi dari Iran dan negara-negara sekutu lainnya, termasuk Yaman, Suriah dan Irak, untuk mendapatkan efek maksimal terhadap Israel.