Pemerintah mengaku kesulitan menggratiskan sekolah swasta sebab tingginya biaya pendidikan pada satuan pendidikan tersebut. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menganggap usulan penggratisan sekolah swasta sulit terwujud.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami dalam sidang lanjutan gugatan terhadap UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (1/8/2024).
Amich Alhumami menjelaskan bahwa biaya pendidikan di sekolah swasta bisa mencapai ratusan juta per siswa setiap tahunnya. Hal itu dinilai dapat membebani kas negara.
Sementara menurut ilustrasi dia, untuk memenuhi standar pelayanan minimal di sekolah negeri per siswa hanya menelan biaya Rp24,9 juta.
“Di sekolah swasta bisa berlipat-lipat dan mencapai Rp200 juta per siswa per tahun. Kita bisa cari sekolah swasta yang mana,” kata Amich Alhumami.
Menurut dia dengan biaya sekolah semahal itu hanya bisa diakses oleh kalangan menengah ke atas. Jika pemerintah turut diwajibkan untuk menanggung biaya tersebut, maka menurut dia akan ada masalah dalam anggaran.
“Kalau pemerintah atau APBN harus juga menanggung bagian yang seperti ini, ada isu juga soal keterbatasan anggaran,” katanya.
Menurut dia, sejauh ini pemerintah masih mengutamakan akses pendidikan terhadap siswa-siswi dari keluarga tidak mampu yang masih belum berkesempatan menempuh sekolah.
Amich menegaskan, ditinjau dari kinerja pembangunan pendidikan, partisipasi pendidikan pada jenjang pendidikan dasar sudah mencapai kategori Tuntas Paripurna untuk SD/MI/Sederajat (APK 105,62 persen) dan Tuntas Utama untuk SMP/MTs/Sederajat (APK 92,51 persen). Hal ini menurut dia menandakan bahwa pemerintah telah berupaya memastikan kesetaraan hak bagi anak usia sekolah untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar berkualitas secara merata.
Selain itu, Pemerintah juga terus berkomitmen untuk memberikan pemihakan melalui kebijakan afirmasi untuk kelompok masyarakat miskin, antara lain dalam bentuk bantuan sosial di bidang pendidikan.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) diuji secara materiil ke MK. Permohonan perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) atau (Network Education Watch Indonesia/New Indonesia) bersama tiga Pemohon perorangan yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Para Pemohon menguji norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Selengkapnya Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
Sebelumnya, para Pemohon menyatakan bahwa frasa tersebut multitafsir, karena hanya pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri yang tidak dipungut biaya. Pemohon mendalilkan jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya hanya dilakukan di sekolah negeri. Sedangkan jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah swasta tetap dipungut biaya. Sehingga Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi pendidikan.
Untuk itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, inkonstitusional secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa memungut biaya”.