General

Penjelasan Muhammadiyah soal Kabar Putuskan untuk Terima Izin Tambang

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Unsplash/Dominik Vanyi/Ilustrasi Pertambangan

Ormas Islam Muhammadiyah dikabarkan telah memutuskan untuk menerima izin mengelola tambang bagi ormas keagamaan dari pemerintah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa sejauh ini pihaknya belum mengumumkan secara resmi mengenai keputusan menerima atau tidak untuk mengelola izin tambang dari pemerintah.

Abdul Mu’ti mengatakan, memang ada tawaran kepada Muhammadiyah dari pemerintah untuk mengelola suatu lokasi tambang. Tawaran itu disampaikan melalui Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadilla dalam rapat pleno PP Muhammadiyah bulan ini.

“Ada penawaran oleh Pemerintah melalui Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadilla yang disampaikan dalam rapat Pleno PP Muhammadiyah 13 Juli 2024. Meskipun, belum disampaikan secara resmi lokasi tambang bagi Muhammadiyah,” ujar Mu’ti ketika dikonfirmasi Asumsi.co, Kamis (25/7/2024).

Pihaknya lantas membahas tawaran itu dalam pleno tersebut. Namun Muhammadiyah belum menyampaikan keputusan resmi mereka mengenai tawaran itu ke publik.

Menurut Mu’ti, hal itu bakal disampaikan dalam beberapa hari ke depan. “PP Muhammadiyah telah membahas penawaran tersebut dalam Pleno 13 Juli. Keputusan resmi pengelolaan tambang oleh PP Muhammadiyah akan disampaikan secara resmi setelah Konsolidasi Nasional yang Insya Allah dilaksanakan 27-28 Juli di Universitas Aisyiyah, Yogyakarta,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), pada Kamis (30/5/2024).

Dalam Pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).

Aturan tersebut memicu kekhawatiran akan lahirnya konflik horizontal, sebagaimana yang telah disuarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang.

Dikutip dari laman resmi Jatam, Koordinator Jatam Melky Nahar menilai bahwa munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik ormas keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara dapat memicu konflik antarwarga atau antara komunitas warga dengan agama.

Share: Penjelasan Muhammadiyah soal Kabar Putuskan untuk Terima Izin Tambang