Kerusuhan yang menuntut reformasi peraturan perekrutan pegawai negeri melanda Ibu Kota Bangladesh, Dhaka pada Kamis (18/7/2024). Pengunjuk rasa yang sebagian besar para mahasiswa membakar sejumlah gedung pemerintahan di sana.
Para mahasiswa juga bentrok dengan polisi antihuru-hara yang menembaki mereka dengan peluru karet. Bukan hanya gedung, massa yang marah juga membakar sejumlah kendaraan bermotor yang terparkir di luar.
The Guardian melaporkan, banyak orang terjebak di dalam gedung lembaga penyiaran setempat saat api menyebar di bangunan itu. Namun pejabat lain bilang bahwa pihaknya telah mengevakuasi massa di gedung tersebut.
Akibat insiden itu, otoritas setempat mematikan akses internet masyarakat. Pernyataan polisi mengatakan para pengunjuk rasa telah membakar, merusak dan melakukan aktivitas destruktif di sejumlah kantor polisi dan pemerintah.
“Sekitar 100 polisi terluka dalam bentrokan kemarin. Sekitar 50 pos polisi dibakar,” kata Juru Bicara Kepolisian Dhaka, Faruk Hossain.
Pemerintahan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina telah memerintahkan sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk ditutup tanpa batas waktu, ketika polisi meningkatkan upaya untuk mengendalikan situasi hukum dan ketertiban yang memburuk.
Sheikh Hasina muncul di stasiun penyiaran pada Rabu (17/7/2024) malam untuk mengutuk “pembunuhan” para pengunjuk rasa dan bersumpah bahwa mereka yang terbukti bertanggung jawab akan dihukum terlepas dari afiliasi politik mereka.
Namun pernyataan dia tidak membuat situasi mereda. Kekerasan memburuk di jalan-jalan meskipun dia menyerukan ketenangan, ketika polisi kembali berupaya membubarkan demonstrasi dengan peluru karet dan tembakan gas air mata.
Akibatnya, setidaknya 32 orang tewas dalam kekerasan yang terjadi pada hari berikutnya, Kamis (18/7/2024). Ditambah tujuh orang tewas pada awal pekan ini. Serta ratusan orang lainnya terluka.
Luka Akibat Senjata Polisi
Persenjataan polisi menjadi penyebab setidaknya dua pertiga dari kematian tersebut. “Ada tujuh orang tewas di sini,” kata seorang pejabat di Rumah Sakit Uttara Crescent di Dhaka, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
“Dua orang pertama adalah pelajar yang mengalami luka tembak karet. Lima lainnya mengalami luka tembak,” tambahnya.
Hampir 1.000 orang lainnya dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang mereka alami saat bentrokan dengan polisi. Dia menambahkan bahwa banyak dari orang-orang tersebut mengalami luka tembak karet.
Tuntutan
AP melaporkan bahwa para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya sistem kuota yang menyediakan hingga 30 persen pekerjaan di pemerintahan bagi keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971.
Mereka berpendapat sistem tersebut diskriminatif dan menguntungkan pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya Liga Awami memimpin gerakan kemerdekaan, dan mereka ingin sistem tersebut diganti dengan sistem berbasis prestasi.
Namun Hasina membela sistem kuota tersebut, dengan mengatakan bahwa para veteran berhak mendapatkan penghormatan setinggi-tingginya atas kontribusi mereka dalam perang tanpa memandang afiliasi politik mereka. Pemimpin Bangladesh ini dipuji karena membawa pertumbuhan yang stabil di Bangladesh, namun kenaikan inflasi yang sebagian disebabkan oleh pergolakan global yang dipicu oleh perang di Ukraina telah memicu keresahan buruh dan ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Meskipun peluang kerja telah meningkat di beberapa bagian sektor swasta, banyak orang lebih memilih pekerjaan di pemerintahan karena dianggap lebih stabil dan menguntungkan. Namun jumlah tersebut belum cukup, pasalnya setiap tahun sekitar 400 ribu lulusan bersaing untuk mendapatkan sekitar 3 ribu pekerjaan dalam ujian menjadi pegawai negeri.
Protes tersebut, yang dimulai beberapa minggu lalu namun meningkat tajam pada hari Senin awal pekan ini. Insiden ini menjadi tantangan terbesar bagi Pemerintahan Hasina sejak ia memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemilu bulan Januari yang diboikot oleh partai-partai oposisi utama.