Internasional

Atlet Prancis Dilarang Berhijab di Olimpiade Paris 2024

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
lustrasi Pesepakbola Perempuan Berhijab, Lina Boussaha/IG Lina Boussaha

Prancis melarang atletnya untuk mengenakan hijab selama Olimpiade di Paris musim panas ini. Larangan itu menyalahi aturan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang mengizinkan para atlet untuk berhijab selama berada dalam mes para atlet.

Langkah itu dikecam oleh sejumlah lembaga internasional yang menilainya sebagai tindakan diskriminatif. Amnesty International bersama 11 kelompok lainnya mendesak agar kebijakan itu dicabut. Juru Bicara Amnesty International, Anna Bluś mengatakan, larangan penggunaan hijab bagi atlet Prancis dalam pesta olahraga itu bertolak-belakang dengan nyawa Olimpiade itu sendiri yang berdasarkan inklusifitasi.

“Larangan atlet Prancis berkompetisi dengan hijab di Olimpiade dan Paralimpiade merupakan sebuah olok-olok atas klaim bahwa Paris 2024 adalah Olimpiade Kesetaraan Gender yang pertama dan memperlihatkan diskriminasi gender rasis yang mendasari akses untuk berolahraga di Prancis,” kata Anna Bluś, Selasa (16/7/2024), seperti dikutip melalui The Telegraph.

Dia menegaskan bahwa tidak boleh ada seorang pun yang mendikte apa yang boleh atau tidak boleh dikenakan oleh seorang perempuan. “Dan tidak ada perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang dia sukai atau keyakinannya, identitas budayanya, atau kepercayaannya,” katanya.

Menurut dia, belum terlambat bagi otoritas Prancis, federasi olahraga, dan Komite Olimpiade Internasional untuk melakukan hal yang benar dengan membatalkan semua larangan berhijab pada atlet olahraga Prancis.

Menteri Olahraga Prancis, Amélie Oudéa-Castéra mengatakan atlet negaranya akan dilarang mengenakan jilbab, dengan alasan komitmen pemerintah untuk menegakkan laicité, bentuk sekularisme ketat Perancis yang menentang tampilan simbol-simbol agama di acara olahraga.

“Itu berarti larangan terhadap segala jenis syiar agama. Itu berarti netralitas mutlak dalam pelayanan publik, tim Prancis tidak akan mengenakan jilbab,” kata Oudea-Castera kepada France 3 TV, September tahun lalu.

Meskipun ada penolakan dari kelompok hak asasi manusia internasional seperti Amnesty, IOC mengatakan pihaknya mendukung hak Perancis untuk menerapkan larangan tersebut. Mereka menyatakan bahwa kebebasan beragama ditafsirkan dengan berbagai cara oleh berbagai negara.

Keputusan tersebut mendapat sorotan dari PBB, yang menanggapinya dengan menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh memaksakan pada seorang perempuan apa yang perlu atau tidak boleh dikenakannya.

Beberapa atlet putri Prancis juga menyatakan bahwa larangan tersebut telah menghalangi mereka untuk mencoba lolos ke Olimpiade. “Terlepas dari keinginan dan keterampilan saya, saya sebenarnya tidak diizinkan bermain untuk Prancis karena kebijakan diskriminatif,” ujar Diaba Konaté, seorang pemain bola basket Prancis.

Konaté merupakan pebasket berusia 24 tahun yang sedang naik daun yang saat ini tinggal di Amerika Serikat. Dia merasa kecewa lantaran tidak bisa membela negaranya hanya gara-gara identitas keaagamanya. “Sangat membuat frustrasi tidak bisa mewakili negara asal saya, hanya karena identitas agama saya,” ujarnya.

Sementara itu, Lina Boussaha, pemain sepak bola profesional berusia 25 tahun dari Saint-Denis pinggiran Paris, memilih bergabung dengan tim Arab Saudi agar dia bisa mengenakan jilbab selama pertandingan.

Sejarah kontroversial Perancis mengenai jilbab dimulai pada tahun 2004, ketika undang-undang disahkan yang melarang orang mengenakan simbol agama yang mencolok di sekolah umum dan lembaga pemerintah.

Mayoritas masyarakat Perancis, sekitar 77 persen, terus mendukung larangan tersebut. Meskipun undang-undang tersebut belum diperluas ke bidang olahraga, federasi olahraga di seluruh Prancis telah menerapkan larangan berdasarkan peraturan mereka sendiri.

Tahun lalu, pengadilan administratif tertinggi Prancis menguatkan larangan pesepakbola perempuan mengenakan jilbab, meski FIFA mengizinkannya sejak 2014. Federasi Bola Basket Prancis juga melarang jilbab selama kompetisi, dan wilayah Paris mengambil tindakan keras dengan memotong pendanaan dari klub-klub yang tidak menghormati aturan tersebut.

“Gadis-gadis itu merasa jijik,” kata Timothée Gauthierot, seorang pelatih bola basket dan salah satu pendiri kelompok aktivis Basket pour Toutes (Bola Basket untuk Semua) kepada AFP.

“Beberapa anak perempuan sudah berhenti berolahraga. Hal ini berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka,” dia menambahkan.

Share: Atlet Prancis Dilarang Berhijab di Olimpiade Paris 2024