Internasional

Alasan Warga AS Diizinkan Memiliki Senjata Api

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Unsplash/Alejo Reinoso/Ilustrasi Penambakan/Senjata Api

Upaya pembunuhan dengan cara penembakan terhadap mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memantik kembali mengenai pro-kontra kepemilikan senjata api di sana. Trump diketahui tertembak di bagian telinga kanan saat berkamanye di Pennsylvania, AS, Sabtu (13/7/2024).

Hak untuk memiliki dan menenteng senjata di negara Paman Sam itu diatur oleh berbagai undang-undang negara bagian dan federal. Undang-undang ini umumnya mengatur pembuatan, perdagangan, kepemilikan, pemindahan, pencatatan, pengangkutan, dan pemusnahan senjata api, amunisi, dan aksesori senjata api.

Peraturan ini diberlakukan oleh lembaga negara bagian, lokal, dan federal yang mencakup Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF).

Hak warga negara AS untuk memiliki dan menenteng senjata dilindungi oleh Amandemen Kedua Konstitusi Amerika Serikat. Perlindungan ini menjadi eksplisit secara hukum ketika Mahkamah Agung AS memutuskan dalam District of Columbia v. Heller (2008). Keputusan itu menyebut bahwa Amandemen tersebut mendefinisikan dan melindungi hak individu, yang tidak ada hubungannya dengan dinas milisi.

Keputusan berikutnya ada pada McDonald v. City of Chicago (2010) yang memutuskan bahwa Amandemen Kedua dimasukkan dalam Klausul Proses Hukum dari Amandemen Keempat Belas, maka dengan demikian berlaku untuk undang-undang negara bagian dan lokal.

Budaya senjata dan dampaknya telah menjadi pusat perdebatan besar di ruang publik AS selama beberapa dekade terakhir. Sejarawan Richard Hofstadter dalam artikelnya “Amerika sebagai Budaya Senjata” (1970) menggunakan frasa “budaya senjata” untuk mencirikan Amerika sebagai orang yang sudah lama menyukai senjata, menganut dan merayakan keterkaitan senjata dan warisan keseluruhan yang berkaitan dengan senjata.

Dia juga mencatat bahwa AS adalah satu-satunya negara industri dengan kepemilikan senapan, shotgun, dan pistol merupakan hal yang lazim di antara sejumlah besar penduduknya.

Pada 1995, ilmuwan politik Robert Spitzer mengatakan bahwa budaya senjata modern Amerika didasarkan pada tiga faktor, yakni proliferasi senjata api sejak awal berdirinya negara ini, hubungan antara kepemilikan pribadi atas senjata dan sejarah revolusioner dan perbatasan negara tersebut, dan budaya mitologi mengenai senjata di perbatasan dan dalam kehidupan modern.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, amandemen kedua konstitusi AS yang ditulis pada tahun 1791, menjamin hak masyarakat untuk memiliki dan menenteng senjata tidak boleh dilanggar. Dinyatakan bahwa hal ini memungkinkan pembentukan milisi untuk mempertahankan keamanan negara.

Jaminan Kebebasan

Memang, beberapa waktu sebelum amandemen itu ditulis, Amerika melakukan revolusi untuk menyingkirkan kekuasaan kolonial Inggris dan mendirikan negara demokrasi. Negara muda ini takut kemerdekaannya yang telah diperoleh dengan susah payah akan direnggut. Oleh karenanya, hak untuk mengangkat senjata demi membela diri, bagi banyak orang Amerika, merupakan jaminan kebebasan mereka.

Itu juga merupakan simbol kepahlawanan dalam budaya populer Amerika. Masalahnya adalah dengan jutaan senjata yang beredar, penembakan mematikan sering terjadi. Oleh karena itu, beberapa negara bagian telah mengambil tindakan di wilayah mereka, misalnya dengan melarang senjata serbu.

Namun jauh lebih sulit untuk mengesahkan undang-undang mengenai hal ini di tingkat nasional. Terutama karena asosiasi pro-senjata yang kuat, NRA, mendanai banyak tokoh politik. Namun, dengan setiap penembakan baru yang mematikan, isu pengendalian senjata di Amerika Serikat kembali mengemuka.

Kalangan konservatif yang berafiliasi dengan Partai Republik menjadi pihak yang pro terhadap kepemilikan senjata api secara luas. Lembaga pemikir yang dekat dengan kalangan konservatif, The Heritage Foundation bahkan menuding bahwa upaya pihak yang mengadvokasi kontrol senjata secara ketat berakar dari paradigma rasis.

Dalam sebuah artikel, mereka menganggap bahwa calon penjahat, penindas, dan tiran lebih memilih target mereka dilucuti senjatanya. Mereka menyinggung bahwa sebelum Amandemen Keempat Belas, pembatasan yang paling berarti terhadap kepemilikan pribadi atau penggunaan senjata hanya terbatas pada budak dan “bukan warga negara” lainnya, seperti penduduk asli Amerika.

Bahkan setelah ratifikasi Amandemen Keempat Belas, banyak negara menerapkan undang-undang pengendalian senjata yang netral dengan maksud yang jelas agar undang-undang tersebut ditegakkan secara ketat dan diskriminatif terhadap kelompok yang tidak disukai seperti imigran dan warga Afrika-Amerika.

Share: Alasan Warga AS Diizinkan Memiliki Senjata Api