Dana Indonesiana telah membantu para pelaku seni dan budaya mendorong pemajuan kebudayaan di seluruh Nusantara. Dana Indonesiana mendukung upaya para pelaku seni dan budaya dalam merawat kebudayaan sekaligus menumbuhkan generasi yang akan menjaga eksistensinya. Bahkan, program ini berusaha menangani tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia agar bisa memperluas akses penerima bantuan hibah dan aksi afirmasinya.
Dana Indonesiana memberikan prioritas utama terhadap proposal yang diajukan para pelaku seni dan budaya dari daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T). Dana Indonesiana juga memberikan prioritas utama terhadap proposal yang diajukan perempuan dan penyandang disabilitas. Penempatan para pelaku seni dan budaya dari daerah 3T, perempuan, serta penyandang disabilitas sebagai prioritas utama merupakan bentuk aksi afirmasi dari Dana Indonesiana.
Penempatan tersebut juga menunjukkan keberpihakan Dana Indonesiana terhadap para pelaku seni budaya dari daerah 3T, perempuan, serta penyandang disabilitas. Namun, aksi afirmasi Dana Indonesia untuk para pelaku seni dan budaya dari daerah 3T, perempuan, serta penyandang disabilitas perlu dievaluasi. Khususnya, perlu menyempurnakan mekanisme seleksi Dana Indonesiana dan mengevaluasi penyusunan proposal.
Sudah sepatutnya berbagai syarat administrasi pendaftaran Dana Indonesiana tidak memberatkan para pelaku seni dan budaya dari daerah 3T, perempuan, dan penyandang disabilitas. Aksesibilitas sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam memperluas akses penerima dan aksi afirmasi Dana Indonesiana. Sebenarnya, Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) sebagai program yang merupakan cikal bakal dari Dana Indonesiana sudah memberlakukan aksi afirmasi untuk para pelaku seni budaya dari daerah 3T, perempuan, serta penyandang disabilitas sejak 2021.
Saat itu, para pelaku seni budaya dari daerah 3T diberikan kekhususan dalam syarat untuk mengajukan dana hibah FBK. Mereka diprioritaskan lantaran perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah supaya fasilitasi kebudayaan di daerah-daerah lebih merata. Sedangkan perempuan saat itu diprioritaskan karena belum banyak memperoleh kesempatan berkaca dari FBK tahun 2020. Direktorat Jenderal Kemendikbudristek ingin perempuan memainkan peran dalam ketahanan budaya menghadapi pandemi Covid-19.
Direktorat Jenderal Kemendikbudristek juga menemukan banyak sekali ketimpangan dalam mendukung penyandang disabilitas, sehingga diprioritaskan agar tercipta keadilan hak.
Harus Lebih Akomodatif
Namun, mekanisme seleksi dalam program Dana Indonesiana perlu disempurnakan. Khususnya, perlu adanya perluasan penerima aksi afirmasi, sehingga tidak hanya mencakup para pelaku seni budaya dari daerah 3T, perempuan, dan penyandang disabilitas. Dana Indonesia dapat menambahkan masyarakat adat sebagai salah satu pengemban dari objek pemajuan kebudayaan dalam kategori penerima aksi afirmasi.
Setelah penerima aksi afirmasi diperluas, syarat administrasi dari pendaftaran Dana Indonesiana harus dipermudah. Syarat administrasi dari pendaftaran Dana Indonesiana untuk para pelaku seni budaya dari daerah 3T, perempuan, penyandang disabilitas, serta masyarakat adat, juga harus lebih akomodatif.
Dari segi administrasi, perlu ada kuota khusus bagi setiap kategori penerima aksi afirmasi agar mereka tidak tercampur dengan seleksi untuk umum. Ini bertujuan supaya calon penerima aksi afirmasi hanya akan bersaing dengan sesamanya. Kemudian, dari segi penganggaran, penerima aksi afirmasi perlu diberikan keleluasaan dalam penyusunan proposal untuk Dana Indonesiana. Ini supaya setiap kategori penerima aksi afirmasi bisa menyusun proposal yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Misalnya, untuk penyandang disabilitas akan disediakan mekanisme pengajuan proposal dengan melibatkan dukungan pendamping. Atau, para pelaku seni budaya dari daerah 3T diberikan kelonggaran waktu untuk mengakomodir berbagai risiko hambatan dalam mekanisme pengajuan proposal.
Selain itu, dibutuhkan pula pengondisian yang memungkinkan transfer pengetahuan antara penerima dan calon penerima Dana Indonesiana. Pengondisian proses transfer pengetahuan bisa dimungkinkan dengan diadakan berbagai bentuk kegiatan seperti pelatihan, seminar, sampai lokakarya. Berbagai kegiatan tersebut harus mempertemukan antara penerima dan calon penerima Dana Indonesiana secara langsung.
Sebaiknya, berbagai kegiatan tersebut juga harus dirancang untuk mendorong penerima dan calon penerima Dana Indonesiana dapat dengan leluasa berinteraksi. Misalnya, lokakarya semestinya tidak hanya menjadi pertemuan untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan kebudayaan. Namun, lokakarya juga harus membahas berbagai output dari Dana Indonesiana secara sistematis, terstruktur, dan terperinci.
Lokakarya harus bisa mendorong interaksi budaya, menjadi ruang untuk mengekspresikan keberagaman, sampai memunculkan inisiatif-insiatif baru dalam upaya pemajuan kebudayaan Indonesia. Lokakarya perlu pula menumbuhkan asa bagi para calon penerima untuk meraih prestasi dengan mensosialisasikan alasan di balik kehadiran Dana Indonesiana.
Mencari Titik Temu
Mekanisme pertanggungjawaban hibah kebudayaan dari Dana Indonesiana secara spesifik diurus melalui eRISPRO (Riset Inovatif Produktif). Para penerima manfaat Dana Indonesiana diwajibkan mengirim dokumen pelaporan secara berkala ke eRISPRO. Namun, banyak penerima manfaat Dana Indonesia belum akrab dengan eRISPRO sebagai aplikasi penerima laporan pertanggungjawaban program riset yang didanai lewat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) itu.
Apalagi, setiap dokumen pelaporan yang diserahkan tidak dipelajari dan dibahas eRISPRO secara khusus dalam lokakarya yang digelar untuk para penerima manfaat. Seyogianya, eRISPRO mempelajari dan membahas setiap dokumen pelaporan secara khusus dalam lokakarya sebagai bentuk pertanggungjawabnya atas tugas maupun fungsinya pada program Dana Indonesiana ini. Pembahasan setiap dokumen pelaporan secara khusus dalam lokakarya bisa memberikan transfer pengetahuan antar para penerima manfaat.
Namun, kenyataannya para penerima manfaat Dana Indonesiana malah lebih sering terbelit permasalahan proses administrasi yang mempengaruhi kelancaran penyusunan pelaporan. Imbasnya, proses pencairan dana terlambat dan program yang sedang berjalan menjadi terhambat. Salah satu permasalahannya terkait kerap terjadi perubahan pada format pelaporan.
Ini diperparah layanan bantuan atau helpdesk pihak eRISPRO yang kurang responsif. Padahal, para penerima manfaat Dana Indonesiana perlu segera mendapatkan jawaban agar bisa membenahi penyusunan laporan pertanggungjawaban sebagai bentuk akuntabilitas. Pihak eRISPRO semestinya berkontribusi aktif dalam membantu para penerima manfaat dalam menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan hibah secara mendetal, dari persiapan, pelaksanaan kegiatan, dan pelaporan.
Penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk mencegah penerima hibah bermasalah melakukan pelanggaran secara berulang. Terlebih, hibah melalui FBK dari Dana Indonesiana bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sehingga sudah selayaknya memperhatikan prinsip akuntabilitas dalam laporan pertanggungjawabannya.
Bahkan, sudah sepatutnya eRISPRO mempunyai sistem yang mampu mengakomodasi kebutuhan masing-masing kategori para penerima aksi afirmasi secara spesifik. Misalnya, eRISPRO harus bisa mengakomodir para pelaku seni dan budaya dari daerah 3T dengan keterbatasan akses internet, gawai, serta kemampuan teknis mengoperasikan alat. Pihak eRISPRO perlu memberi jalan keluar agar para penerima aksi afirmasi tidak gagap menggunakan aplikasinya. Atau, eRISPRO juga harus dapat memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas.
Misalnya, eRISPRO harus sudah mempunyai protokol untuk membantu penyandang disabilitas dengan helpdeks yang terlatih. Pihak eRISPRO memang perlu mengupayakan peningkatan tata kelola untuk mengefektifkan pelayanan administrasi Dana Indonesiana. Menyeimbangkan antara persyaratan sebagai bentuk akuntabilitas dan peningkatan tata kelola Dana Indonesiana dapat memperluas akses penerima manfaat sekaligus menyempurnakan aksi afirmasinya.