Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengaku berutang budi kepada orang tua pedangdut Nayunda Nabila sehingga sering memberikan uang, barang, hingga jabatan (honorer) di Kementerian Pertanian.
SYL beralasan ibu Nayunda pernah menjadi bendahara saat dirinya menjadi Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan serta menjadi tim sukses SYL selama dua periode menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.
“Saya merasa berutang budi, demi Allah. Kalau saya diminta membantu, saya merasa ada jasa ibunya yang membuat saya sukses,” kata SYL saat menanggapi kesaksian Nayunda pada sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (29/5/2024), dilansir dari ANTARA.
SYL mengungkapkan beberapa uang yang diberikan kepada Nayunda, di luar upah penampilan Nayunda pada acara Kementan, diminta oleh ibu Nayunda yang mengkritik bayaran Nayunda selalu sedikit saat tampil pada acara Kementan.
Pada sidang pemeriksaan Nayunda Nabila sebagai saksi, biduan itu sempat mengaku mendapat kiriman uang sebesar Rp10 juta sebanyak dua kali tanpa keterangan dari SYL melalui ajudan SYL, Panji Harjanto, dan di luar penampilan acara Kementan.
SYL menuturkan upah yang dibayarkan kepada Nayunda saat bernyanyi pada acara Kementan kisarannya Rp20 juta, padahal standar upah Nayunda sekali tampil sebesar Rp35 juta.
Selain penambahan upah bernyanyi, SYL mengatakan bantuan yang diberikan kepada Nayunda untuk mencicil pembelian apartemen juga merupakan bagian dari utang budi dirinya kepada orang tua Nayunda yang sudah lama dekat dengan SYL.
“Siapa pun orang Bugis Makassar minta tolong, sepanjang saya bisa akan saya lakukan,” tuturnya.
Dalam perkara tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi hingga keluarga SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.