Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai mempersiapkan ekspedisi investigasi fenomena kegempaan yang ada pada zona megatrust di Tanah Air. Hal itu dalam rangka penelitian dan pendataan yang dilakukan oleh BMKG, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Zona megatrust merupakan area yang menyimpan energi besar yang bisa memicu gempa dahsyat dan tsunami hingga puluhan meter. Setidaknya terdapat 13 megathrust yang mengepung Indonesia. Salah satunya megathrust yang berjarak cukup dekat dengan DKI Jakarta, yakni di Selat Sunda.
Megathrust Selat Sunda menyimpan potensi gempa dengan magnitudo 8,7. Di samping itu ada pula megathrust di Jawa Tengah bagian barat dengan potensi M 8,7.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan masing-masing zona megatrust yang akan diteliti, mulai dari Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, Lempeng Laut Maluku, dan Subduksi Utara Papua.
“Segala sesuatunya sudah mulai kami persiapkan, Pusat Penelitian, Latihan dan Pengembangan untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami kita,” kata Dwikorita di Jakarta, Minggu (19/5/2024), seperti dilansir lewat ANTARA.
Sementara itu, Kepala Meteorologi Publik BMKG Andri Ramadhani mengatakan bahwa rangkaian ekspedisi dimulai di Batam, Kepulauan Riau dengan melewati beberapa kota di Indonesia hingga berakhir di Bitung, Sulawesi Utara pada Minggu, 25 Agustus 2024.
Dalam perencanaannya, penelitian tersebut akan dilaksanakan serangkaian pelayaran panjang menggunakan kapal ekspedisi OceanXplorer milik OceanX. OceanX merupakan organisasi non-profit global bergerak dalam bidang eksplorasi laut, yang bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) untuk meneliti laut Indonesia.
Para periset Tanah Air tak cuma meneliti fenomena kegempaan saja, tapi ekspedisi tersebut juga dilakukan untuk mengamati fenomena interaksi udara dan laut di perairan Indonesia.
Sasarannya pada wilayah yang teridentifikasi sebagai lokasi terjadinya fenomena yang dapat mempengaruhi variabelitas cuaca dan iklim Indonesia, seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan ocean dipole di laut Banda, Selatan Jawa, Barat Sumatra.
Urgensi Penelitian
BMKG menilai eksplorasi penelitian tersebut sudah sangat perlu dilakukan, karena perubahan sirkulasi udara dan lautan secara alami dan terkadang berkala, letusan gunung berapi, dan faktor lainnya mempengaruhi variabilitas iklim.
Terlebih sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat koordinasi beberapa hari lalu, baru 19 persen laut Indonesia yang dipetakan, sementara garis pantai Indonesia mencapai 108 ribu kilometer dan lebih dari 70 persen luas Indonesia adalah perairan.
“Persiapan tim sejauh ini sudah rampung bersama dengan OceanX, BMKG membawa serta peralatan untuk mengukur parameter tadi, dan terus berkoordinasi, terutama dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi sebagai leading sektornya,” katanya.