Prancis melancarkan operasi besar-besaran untuk memberangus aksi ricuh di Kaledonia Baru pada Minggu (19/5/2024). Negara itu mengerahkan lebih dari 600 anggota militer di Kaledonia Baru untuk menekan insiden yang diprakarsai oleh masyarakat setempat sebagai tanggapan terhadap pemberian hak pilih kepada warga negara Prancis.
Kaledonia Baru merupakan sebuah koloni yang berjarak 17.000 kilometer dari daratan utama Prancis.
“Operasi tersebut melibatkan sekitar 600 anggota militer,” kata Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin pada platform X, dilansir via ANTARA.
Tujuan dari operasi tersebut adalah untuk menegakkan kembali ketertiban di republik dan mendapatkan kembali kendali atas jalan utama sepanjang 60 km antara ibu kota Kaledonia Baru, Noumea, dan bandara, kata Darmanin.
Hampir 60 penghalang jalan berhasil diatasi dengan bantuan pasukan militer nasional dan pihak kepolisian, demikian menurut Komisi Tinggi Republik di Kaledonia Baru.
“Hingga kini ada lebih dari 200 orang telah ditangkap, serta sebanyak 20 toko makanan telah dibuka kembali di wilayah tersebut,” kata Darmanin.
Di tengah aksi kericuhan tersebut, otoritas Prancis juga melakukan pemblokiran terhadap TikTok. Dia mengatakan pemerintah Prancis tahu bahwa masih banyak hambatan yang harus diatasi dan mereka memberikan perintah tegas kepada unit penegak hukum.
Sedikitnya enam orang tewas dalam kerusuhan dan ratusan ditangkap di Kaledonia Baru sejak Senin (13/5/2024). Protes meletus setelah Majelis Nasional Prancis mengadopsi reformasi konstitusi mengenai aturan pemungutan suara. Reformasi tersebut akan membuat warga negara Prancis yang telah tinggal di pulau tersebut setidaknya selama 10 tahun, berhak untuk memilih dalam pemilihan lokal.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan keadaan darurat di kepulauan itu pada Rabu (16/5/2024) dan mengerahkan personel militer ke wilayah tersebut.