Otoritas Korea Selatan (Korsel) menuduh dua insinyur Indonesia mencuri data informasi teknologi pengembangan jet tempur KF-21 Boramae. Kedua insinyur Indonesia tersebut merupakan anggota tim pengembangan jet tempur bersama dengan Korsel, yang sehari-hari bekerja bersama Korea Aerospace Industry (KAI) sebagai mitra PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dalam kerja sama industri pertahanan.
Pihak berwenang Korsel menyatakan menangkap dua insinyur Indonesia itu pada Januari 2024, setelah mereka kedapatan berusaha mengambil file terkait proyek yang disimpan di drive USB.
Salah satu pejabat badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel, yang menjadi mitra Kemhan RI dalam kerja sama KF-21, mengatakan penyelidikan berfokus pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para pakar dari Indonesia tersebut.
Dilansir dari ANTARA, menurut sumber yang tidak disebutkan namanya, USB tersebut berisi dokumen umum, bukan data-data yang terkait teknologi strategis yang berpotensi melanggar undang-undang rahasia militer atau perlindungan industri pertahanan.
KBRI Seoul mengatakan sejauh ini otoritas Korsel masih melakukan proses penyelidikan atas dugaan pencurian tersebut. Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Seoul, Zelda Wulan Kartika menjelaskan bahwa sejak kasus ini mengemuka pada Februari lalu dan penyelidikan terhadap dua insinyur PTDI itu masih belum selesai.
“Tetapi pihak Korea telah berkomunikasi langsung dengan Kementerian Pertahanan RI dan PTDI. Jadi PTDI pun aware sekali mengenai apa yang sedang terjadi,” kata Zelda di KBRI Seoul, Kosel, Selasa (14/5/2024).
Selama ini peran KBRI adalah memastikan agar proses penyelidikan tersebut berjalan sesuai aturan dan bahwa kedua insinyur tersebut dalam keadaan yang baik—meskipun mereka dilarang keluar dari wilayah Korsel hingga penyelidikan selesai.
Zelda pun mengakui bahwa pemberitaan akan kasus ini sempat menghebohkan publik Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa kedua insinyur tersebut tidak ditahan atau dipenjara di Korsel, selama penyelidikan berjalan.
“Di sini mereka bisa melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Hanya mereka diminta untuk tidak keluar dari Korea, dan memang ada surat cekal mereka tidak meninggalkan Korea,” tutur Zelda.
Kedua WNI itu disebutnya bahkan sempat menghadiri acara buka puasa bersama dan halal bi halal Idul Fitri yang diselenggarakan di KBRI pada April lalu.
“Dan kami selalu berkomunikasi dengan mereka from time to time untuk memantau kondisi keduanya,” kata Zelda.
KF-21 Boramae merupakan proyek bersama Indonesia-Korsel yang bernilai 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp121,35 triliun. Melalui kerja sama tersebut, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korea dan 48 jet tempur untuk Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga dijanjikan mendapat transfer teknologi yang akan mendorong industri pertahanan dalam negeri dalam produksi pesawat KF-21 untuk pasar global.
Sesuai kesepakatan awal pada 2014, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu yang ditargetkan rampung pada 2026.
Namun dalam perkembangannya, Kemhan RI baru-baru ini meminta penyesuaian pembayaran (payment adjustment) kepada Pemerintah Korsel atas kerja sama pembuatan KF-21 Boramae karena menganggap Indonesia tak sepenuhnya mendapatkan kegiatan transfer teknologi dalam pembuatan jet tempur tersebut.