Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta para orang tua untuk mengawasi aktivitas dan pergaulan anak di internet guna mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak seperti child grooming.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengatakan, orang tua dituntut untuk berbicara kepada anak supaya mereka untuk menjaga data pribadinya, serta meminta anak mengubah akun media sosialnya menjadi akun mode pribadi atau tertutup.
“Sehingga akun media sosial anak hanya diakses oleh orang terdekat. Kenali lingkungan anak, ajak anak berkomunikasi secara terbuka serta melatih anak bersikap secara asertif,” kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/5/2024), seperti dikutip dari ANTARA.
Imbauan ini menanggapi kasus dugaan child grooming yang diunggah oleh warganet di media sosial X. Dia mengakui bahwa child grooming saat ini semakin mengkhawatirkan.
“Jika melihat percakapan terduga pelaku dan korban, terlihat jelas bahwa korban sulit untuk menolak karena korban sebelumnya merasa pelaku adalah orang yang dapat dipercaya dan memiliki hubungan yang spesial,” kata Nahar.
Grooming adalah proses manipulasi seksual orang dewasa terhadap korban usia anak. Nahar berpendapat dalam kasus ini, proses child grooming bisa jadi sudah berlangsung cukup lama mengingat kedekatan korban dengan terduga pelaku.
Modus Pelaku
Menurut dia, grooming dalam permainan daring dilakukan dengan cara pelaku berkenalan dengan anak, membelikan anak ‘diamond’ ataupun ‘gimmick’ yang disediakan oleh permainan daring agar karakter anak di dalamnya menjadi lebih keren, memberikan banyak like, bercakap-cakap melalui ruang chat di dalam permainan daring tersebut hingga meminta kontak pribadi anak.
Menurut Nahar, dengan perlakuan-perlakuan tersebut, anak menganggap bahwa pelaku adalah sosok istimewa karena dapat mengerti dan memahami dirinya. Pelaku juga kerap menjadi teman bercerita dan menjaga rahasia korban.
“Para pelaku biasa menggunakan akun palsu dengan foto profil menarik. Jika seseorang meminta informasi pribadi seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, atau sekolah, itu bisa menjadi tanda bahaya,” kata Nahar.