Pemerintah Rusia menyatakan siap membuat perjanjian damai secara “jujur” dengan Ukraina, yang dapat mempertimbangkan kepentingan keamanan Moskow. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov saat berbicara dalam pertemuannya dengan duta besar negara-negara asing di Moskow, Rusia pada Kamis (4/4/2024).
Sergey Lavrov mengatakan, perjanjian damai itu ditopang dengan syarat Kiev harus mengakui perolehan wilayah Rusia di Ukraina. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy sendiri telah mengajukan 10 poin rencana damai. Namun Lavrov menyebut hal itu sebagai “ultimatum”, yang mendorong Rusia untuk menyerah dan kembali pada ketentuan perbatasan tahun 1991.
“Sementara negara-negara Barat terlibat secara aktif dalam upaya mempromosikan inisiatif Zelenskyy dengan mengumpulkan 140 negara pada pertemuan mendatang yang membahas Ukraina di Jenewa, di mana Rusia tidak diundang,” kata Lavrov, seperti dilansir dari ANTARA.
Menurut dia, negara-negara Barat menggunakan taktik licik untuk menarik dukungan banyak negara terhadap rencana Zelenskyy. Lavrov mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki rencana untuk menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam pertemuan di Swiss tersebut.
“Kami telah memberi tahu rekan-rekan kami (para duta besar) tentang segalanya,” katanya.
“Kami tidak akan menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam KTT tersebut, seperti yang dilakukan negara-negara Barat untuk mencoba mencegah partisipasi dalam acara yang kami selenggarakan. Kami tidak memiliki kebiasaan seperti itu,” tambahnya.
Lavrov mencatat bahwa Rusia dan Ukraina memiliki peluang nyata untuk mencapai perdamaian dalam perundingan di Istanbul pada Maret 2022, tetapi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan pejabat AS menggagalkannya.
“Sejak saat itu, situasinya telah berubah, dan “realitas teritorial” baru terbentuk,” kata Lavrov.
Kendati begitu, Lavrov mengaku pihaknya siap untuk membuat perjanjian yang jujur berdasarkan pada kepentingan keamanan Rusia tanpa mengabaikan kepentingan negara lain.
“Tentu saja, itu juga akan mempertimbangkan kepentingan keamanan negara lain, termasuk Ukraina,” katanya.