Sejumlah pasal dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan akan mengatur larangan penjualan rokok eceran dan pemajangan produk tembakau. Para pedagang kecil dan kaki lima menolak pasal-pasal tersebut.
Seorang pedagang sembako di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Aas, menganggap rencana melarang penjualan rokok eceran akan mematikan keberlangsungan usahanya. “Menyulitkan lah!, kan orang-orang jadi tidak tahu di warung ini ada rokok atau tidak,” ujar pegadang sembako di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Aas.
Ia juga tidak setuju dengan rencana melarang pemajangan produk tembakau lantaran akan mengurangi penghasilan warungnya. Apalagi, kebanyakan konsumen membeli rokok secara eceran di warungnya.
Senada, pemilik warung Madura di wilayah Cipete, Jakarta Selatan, Yuni, juga tidak setuju dengan rencana melarang penjualan rokok eceran. Sebab, jarang ada konsumen yang membeli bungkusan di warungnya.
Ia mengaku khawatir perjuangannya merantau dari Madura ke Jakarta untuk mencari nafkah akan berujung sia-sia. Menurut Yuni, rencana larangan pemajangan produk tembakau akan menghambat usahanya untuk menggaet konsumen.
“Kalau nggak dipajang, ya bagaimana orang belanja ke tempat saya. Mereka tidak akan tahu saya jualan rokok,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwan menuntut supaya besarnya kontribusi industri tembakau terhadap negara menjadi pertimbangan dalam penyusunan pasal-pasal di RPP Kesehatan. Ia mengingatkan, industri tembakau mempunyai kontribusi nyata dalam perekonomian dan penciptaan lapangan kerja.
Bahkan, industri tembakau memiliki multiplier effect di sektor lain, termasuk para pedagang UMKM. Maka, larangan penjualan rokok eceran dan pemajangan produk tembakau akan menimbulkan kegelisahan bagi industri tembakau maupun para pelaku usaha terkait lainnya, seperti periklanan.
Kata dia, APINDO telah menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah agar mendengarkan berbagai pihak dalam penyusunan aturan tersebut, mengingat potensi dampak yang ditimbulkan bagi perekonomian dan ketenagakerjaan. “Jadi, jangan memaksakan kalau tidak bisa dikeluarkan (pasal-pasal tembakau dari RPP Kesehatan) secara baik,” tuturnya.