Isu Terkini

Rekam Jejak Gus Yahya, jadi Jubir Gus Dur Hingga Pernah Diundang ke Israel

Thomas — Asumsi.co

featured image
Antara

Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2021-2026, setelah meraih 337 suara, mengungguli petahana Said Aqil Siroj yang meraih 210 suara.

Kiai yang akrab disapa Gus Yahya ini memiliki sejumlah rekam jejak, yang menunjukkan sosoknya sebagai representasi Islam yang moderat.

Aktif sejak mahasiswa: Kiai kelahiran Rembang, 16 Februari 1966 itu dikenal sebagai tokoh NU yang menjabat sebagai Katib Aam PBNU serta kini menjabat Watimpres Joko Widodo.

Gus Yahya pernah menimba ilmu di pesantren asuhan KH. Ali Maksum di Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Pada jenjang pendidikan tinggi, ia tercatat pernah menempuh pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada.

Pada saat menjadi mahasiswa, ia juga aktif dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta, lalu sejak 2015 hingga kini menjadi Sekretaris Umum/Katib Syuriah PBNU.

Dekat dengan Gus Dur: Gus Yahya pernah menjadi juru bicara Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kekagumannya kepada Gus Dur pun menjadi jargonnya maju sebagai calon Ketua Umum PBNU, yakni Menghidupkan Gus Dur.

Punya Jaringan internasional: Gus Yahya memiliki jaringan internasional sejak tahun 2014 dengan menjadi salah satu inisiator/pendiri institut keagamaan di California, Amerika Serikat yaitu Bayt Ar-Rahmah Li ad-Da’wa Al-Islamiyah rahmatan Li Al-alamin yang mengkaji agama Islam untuk perdamaian dan rahmat alam.

Tidak hanya itu, Gus Yahya juga pernah dipercaya menjadi tenaga ahli perumus kebijakan pada Dewan Eksekutif Agama-Agama di Amerika Serikat-Indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Presiden Obama dan Presiden Jokowi pada Oktober 2015 untuk menjalin kemitraan strategis Amerika Serikat-Indonesia.

Gus Yahya juga pernah didaulat sebagai utusan GP Ansor dan PKB untuk jaringan politik tersebar di Eropa dan Dunia, Centrist Democrat International (CD) dan European People’s Party (EPP).

Diundang ke Israel: American Jewish Committee (AJC) pernah mengundangnya berpidato tentang resolusi konflik keagamaan di sana dan menawarkan gagasan bernas. Gus Yahya pun sering didaulat menjadi pembicara internasional di luar negeri.

Pada Juni 2018, Gus Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam forum ini, Gus Yahya menyuarakan menyerukan konsep rahmat, sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan agama. Ia menawarkan perdamaian dunia melalui jalur-jalur penguatan pemahaman agama yang damai.

Bagi sebagian kalangan, langkah itu dianggap tidak selaras dengan komitmen terhadap kemerdekaan Palestina. Walau begitu, Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini beranggapan bahwa langkah itu selaras dengan yang pernah dilakukan Gus Dur, untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina lewat diplomasi segala cara.

Tampil di PBB: Pada September 2020, KH Yahya Cholil Staquf diminta menyampaikan paparannya di Majelis Umum PBB. Gus Yahya menyampaikan presentasinya tentang hak asasi manusia (HAM) di Majelis Umum PBB yang diprakarsai Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

“Tidak boleh lagi ada persepsi persaingan, apalagi permusuhan, antara dunia Islam melawan dunia Barat atau lainnya. Saat ini kita sedang menyaksikan proses bergeraknya seluruh masyarakat dunia menuju terbentuknya satu peradaban global yang tunggal dan saling bercampur. Tanpa integrasi damai, yang akan terjadi pastilah konflik universal yang berbahaya sekali,” kata Gus Yahya, dikutip dari Antara.

Berikutnya, Gus Yahya juga pernah memaparkan visinya tentang “Abrahamic Faiths Initiative” (Prakarsa Agama-agama Ibrahimiyah).

“Pada satu titik, prakarsa agama-agama Ibrahimiyah bisa dan harus diperluas dengan menjangkau agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan di luar tradisi Ibrahimiyah. Secara keseluruhan, ini akan menjadi bingkai strategis untuk memperjuangkan perdamaian dunia melalui pendekatan keagamaan,” tandasnya.

Diapresiasi di AS: Pada 15 Juli 2021, Gus Yahya mendapatkan apresiasi tinggi dari tokoh-tokoh perdamaian dunia dalam perhelatan International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, DC, Amerika Serikat. Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menyampaikan pidato kunci dengan judul “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).

Pada hari ketiga konferensi tingkat tinggi (KTT) itu, Gus Yahya mendapat apresiasi dari tokoh-tokoh dunia. Gus Yahya menjelaskan bahwa dinamika bangkitnya nasionalisme religius merupakan bagian metode untuk pertahanan ketika suatu kelompok agama yang biasanya merupakan mayoritas di negaranya merasa terancam secara budaya.

“Kebangkitan ini pun tidak terelakkan, karena dunia sedang bergulat dalam persaingan antar-nilai untuk menentukan corak peradaban di masa depan. Selain itu, dinamika internasional telah mengarah pada perwujudan satu peradaban global yang tunggal dan saling berbaur (single interfused global civilization),” katanya, dikutip dari Antara.

Strategi perdamaian dunia: Gus Yahya mempertegas bahwa persaingan yang sengit ini berpotensi besar memicu permusuhan dan kekerasan. Gus Yahya menawarkan strategi dan model perdamaian dunia sebagaimana yang selama ini telah dipraktikkan warga Nahdlatul Ulama atau NU.

“Langkah awal harus mengidentifikasi nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama, antara lain kejujuran, kasih-sayang dan keadilan. Berikutnya, dunia harus membangun konsensus atas nilai-nilai yang disepakati pihak yang berbeda-beda itu untuk hidup berdampingan secara damai,” ucapnya.

“Bahkan nilai-nilai tradisional yang menghambat koeksistensi damai pun layak untuk diubah. NU tidak memiliki kategori kafir dalam konteks negara bangsa modern,” lanjutnya.

Konsensus “Rahmatan Lil Alamin”: Pandangan Gus Yahya soal Islam “Rahmatan Lil Alamin” atau Islam untuk seluruh alam semesta disampaikan pada International Conference on Islam and Human Rights (ISIHR), Jumat (10/12/2021).

Gus Yahya mengatakan perdamaian dunia sangat bisa terwujud karena pada hakikatnya setiap manusia memiliki keinginan untuk hidup dalam penuh kedamaian. Kesamaan tujuan kolektif itu hanya bisa terbentuk jika setiap orang memiliki kesadaran untuk saling menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sifat hak asasi ini sangatlah global sehingga bisa menembus berbagai latar belakang, kewilayahan hingga kepentingan.

Gus Yahya menegaskan melalui organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama (NU), dia tak henti mengampanyekan nilai-nilai hak asasi manusia yang sangat universal itu baik di level masyarakat bawah hingga dunia internasional.

Model perdamaian Islam “Rahmatan Lil Alamin” yang diusung NU terbukti sangat relevan untuk membangun konsensus sosial di berbagai wilayah.

“Saya selalu berupaya mengajak atau memperkuat gerakan perdamaian di tingkat akar rumput hingga membentuk konsensus sosial. Saya yakin itu bisa karena semua orang mau hidup dalam perdamaian,” kata Gus Yahya.


Baca Juga:

Profil Gus Yahya, Ketua Umum PBNU Periode 2021-2026

Yahya Staquf Terpilih Jadi Ketua Umum PBNU Periode 2021-2026

Miftachul Akhyar Kembali Terpilih sebagai Rais Aam PBNU

Share: Rekam Jejak Gus Yahya, jadi Jubir Gus Dur Hingga Pernah Diundang ke Israel