Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memprediksi lebih dari 500 ribu kasus human immunodeficiency virus (HIV) yang tercatat sampai September 2023. Hal itu berdasarkan jumlah kasus estimasi hingga 2023 yang dilaporkan ada 515.455 orang dengan HIV (ODHIV) di Indonesia. Sebanyak 454.723 orang dari total tersebut atau 88 persen di antaranya sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya.
“GAP yang paling besar adalah bagaimana untuk memasukkan para ODHIV itu untuk memulai pengobatan. Jadi ini 40 persen dari ODHIV dari yang sudah teridentifikasi. Kemudian gap yang besar berikutnya adalah ODHIV yang sedang dalam pengobatan yang dites VL (viral load) jadi tinggal 74.563. Padahal, kami perlu mengetahui bagaimana dampak pengobatan terhadap mereka. Sehingga kami memerlukan testing viral load ke para ODHIV tadi,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi dalam Press Briefing Hari AIDS Sedunia 2023, yang disiarkan akun Youtube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (30/11/2023).
Setelah mengetahui statusnya, ODHIV perlu didorong untuk segera memulai pengobatan. Di sisi lain, para ODHIV juga harus senantiasa dimonitor untuk mengetahui perkembangan kondisi kesehatannya.
“Kedua hal ini sangat memerlukan kolaborasi dari teman-teman komunitas, karena komunitaslah yang memiliki akses yang lebih besar di dalam pendampingan kepada ODHIV, yang bisa membantu mereka mengakses layanan terapi dan laboratorium,” ucapnya
Ia mengungkapkan, usia terbanyak pengidap HIV berada dalam rentang 25-49 tahun atau sekitar 69,9 persen dari total kasus tersebut. Di susul kemudian, usia 20-24 tahun atau sekitar 16,1 persen, usia di atas 50 tahun sekitar 7,7 persen, serta usai 15-19 tahun atau sekitar 3,4 persen. Selain itu, ada pula anak usia di bawah 4 tahun dan 5-14 tahun yang sudah terkonfirmasi mengidap HIV.
“Cuma kami juga lihat di sini untuk usia kurang dari 4 tahun itu masih ada sekitar 2 persen, dan ini menandakan bahwa transmisi dari ibu ke anak masih terjadi,” ujar Imran.
Ibu Rumah Tangga Dominasi Temuan Kasus
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril menyebut penularan kasus HIV di Indonesia didominasi oleh ibu rumah tangga.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata dr. Syahril pada awal 2023.
Ia mengatakan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks bebas atau seks berisiko.
Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui seks, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.
“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” jelas dr. Syahril.
Terkait dengan proses deteksi, Kemenkes mencatat hanya 55 persen ibu hamil yang di tes HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk dites. Dari sejumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76 persennya belum mendapatkan pengobatan ARV. ini juga akan menambah risiko penularan kepada bayi.
Melihat sumber infeksi, dr. Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi. Sebab dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya. Artinya masih ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat.
dr. Syahril menjelaskan upaya untuk melakukan skrining pada setiap individu kini menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai eliminasi (termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi). Setiap ibu yang terinfeksi 100 persen harus mendapatkan tatalaksana yang cukup.
Melalui upaya ini, diharapkan angka dan data anak yang terinfeksi HIV sejak dilahirkan dapat ditekan, angka kesakitan dan kematian dapat ditekan dan yang terpenting adalah menekan beban negara dalam penanggulangan masalah Kesehatan masyarakat.
Baca Juga:
Utang Pemerintah Indonesia Tembus Rp7.950,52 Triliun Hingga Akhir Oktober 2023
Nawawi Pomolango Sebut KPK Berada di Musim yang Tak Baik-Baik Saja