Politik

Kenapa Parpol di Indonesia Banyak, Sementara di AS Cuma Dua?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Ampelsa/foc

Banyaknya partai politik di Indonesia mengundang tanya mengenai asal mula eksistensinya. Menjadi hal yang menarik juga untuk mengulik alasan partai politik di tanah air lebih banyak dibandingkan dengan Negeri Paman Sam yang hanya memiliki dua, yakni Partai Demokrat dan Partai Republik.  

Lahirnya Parpol

Partai politik secara global lahir di negara-negara Eropa Barat, seiring dengan adanya gagasan rakyat sebagai pihak yang menentukan berjalannya proses perpolitikan di suatu negara.

Mengutip situs KPU, sejarah kemunculan partai politik di Indonesia, dapat dikategorikan ke dalam beberapa periode perkembangan. Di setiap periodenya, memiliki ciri dan tujuan masing-masing. Kategori periode lahirnya parpol di negeri ini dimulai dari era kolonial Belanda.

Perkembangan parpol di Indonesia berlanjut pada masa pedudukan Jepang, masa kemerdekaan, masa Orde Baru, hingga era reformasi. Adapun lahirnya partai politik di era kolonial Belanda, berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak.

“Dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat,” tulis sumber tersebut.

Pada era ini, disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indonesia. Lahirnya parpol kala itu, menandai adanya kesadaran nasional masyarakat Indonesia untuk bersatu.

Kala itu, seluruh organisasi mulai dari yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, hingga yang gerakan politik yang bernapaskan agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik turut berperan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.

Usai Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, di tahun 1919 kembali didirikan National Indische Partij (NIP) yang selanjutnya memicu lahirnya sejumlah partai politik baru.

Partai-partai politik baru yang lahir antara lain Indische Social Democratische Vereniging (ISDV), Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia, Partai Indonesia Raya, Serekat Islam, hingga Partai Katolik.

Perkembangan Parpol

Di tahun 1939 muncul berbagai fraksi partai di dalam Dewan Rakyat, yakni Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.

Saat era kependudukan Jepang, pemerintahan militer saat itu melarang dan membubarkan partai- partai politik yang telah ada. Hingga akhirnya disetujui berdirinya partai politik yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA).

PUTERA berada di bawah pimpinan tokoh politik nasional yang disebut dengan “Empat Serangkai”. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, K.H Mansyur. Akan tetapi, berdasarkan perintah dari pemerintah Jepang, partai tersebut kemudian dibubarkan pada bulan Maret 1944.

“Di  masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI), yang lebih banyak bergerak di bidang sosial,” tulis sumber yang sama.

Pada era kemerdekaan tahun 1945, Indonesia menganut sistem Multi Partai yang menyebabkan munculnya banyak partai politik, meski awalnya Indonesia berusaha untuk fokus pada perjuangan rakyat untuk menghadirkan satu partai saja.

Keputusan untuk lebih memilih sistem Multi Partai ditetapkan melalui Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang isinya:

Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan yang teratur,

Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan Januari 1946.

Maklumat Pemerintah ini disambu positif dari masyarakat dan elit politik pada masa itu yakni Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Rakyat Jelata atau Murba, dan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).

Sementara itu, di era demokrasi terpimpin peranan partai politik mulai dikurangi,sementara peranan presiden sangat kuat. Partai politik di era tersebut dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI, dan PKI.

Perubahan Jumlah

Memasuki era Orde Baru pada tahun 1965 hingga 1998, pengerucutan jumlah partai politik di Indonesia dilakukan. Di masa itu, parpol di Indonesia hanya berjumlah tiga partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Ketiga parpol utama tersebut lahir dari penyederhanaan partai melalui fusi partai politik pada tahun 1973. PPP diketahui merupakan gabungan dari NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI pada tanggal 5 Januari 1973.

Sedangkan PDI merupakan parpol yang berasal dari gabungan dari PNI, IPKI, Partai Murba, PARKINDO, dan Partai Katolik pada tanggal 10 Januari 1973. Kekuatan tiga parpol ini berjaya di tahun 1977 hingga pemilu 1997.

Namun di era reformasi, jumlah partai politik kembali mengalami perubahan. 48 partai politik muncul di Pemilu 1999, kemudian Pemilu tahun 2004 diikuti oleh 24 partai politik, selanjutnya Pemilu tahun 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan enam partai politik lokal Aceh.

Sedangkan, Pemilu tahun 2014 diikuti oleh 12 partai politik nasional dan tiga partai politik lokal Aceh. Di tahun 2019, ada 14 parpol peserta pemilu yang terdaftar sebagai peserta pemilu di tahun 2019.

14 parpol tersebut antara lain Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Berkarya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Kemudian ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI)

Peranan Parpol

Eksistensi parpol di Indonesia saat ini berperan besar dalam jalannya pemerintahan. Keberadaannya, sangat erat kaitannya dengan kiprah para elit politik, mengerahkan massa, dan berebut sumber daya politik.

Setidaknya, saat ini ada dua Undang-Undang yang mengatur eksistensi partai politik di Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1),.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, partai politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui Pemilu.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1), disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.

Di dalam undang-undang yang sama, disebutkan juga partai politik hadir untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sistem Parpol Amerika Serikat

Adapun penyebab diterapkannya sistem presidensial dengan dominan dua partai disebabkan oleh adanya sistem pemilihan first-past-the-post (FPTP).

Mengutip buku “Politics: An Introduction to the Modern Democratic State” yang ditulis Larry Johnston, menyebutkan model tersebut menyebabkan pemilihan hanya akan diwakili oleh satu orang perwakilan yang berasal dari partai dengan suara terbesar yang disebut dengan plurality.

Sistem ini diterapkan di Amerika Serikat akan terdorong ke arah dua partai (dominan). Maka, lahirlah Partai Republikan dan Partai Demokrat. Padahal di AS banyak partai-partai kecil selain Republik dan Demokrat mulai dari Libertarian hingga Parai Hijau.

Salah satu dari dua partai yang ada, bakal memegang suara mayoritas secara legislatur. Partai mayoritas ini bakal disebut dengan partai pemerintah, sedangkan satu partai lainnya akan disebut oposisi atau minoritas.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan penerapan sistem pemilihan ini menyebabkan terjadinya penyederhanaan sistem kepartaian di Amerika Sekitat, sehingga hanya ada dua partai kuat yang dominan.

“Siatem ini memang berjalan dengan sangat cepat dan berlangsung sejak lama. Akhirnya melahirkan dua partai dominan, Republik dan Demokrat. Secara umum meski hanya dua, namun mewakili aspirasi politik seluruh warga AS ,” kata Mada kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Kamis (16/12/2021).

Wakili Kelompok Masyarakat

Sementara itu, Mada menilai banyaknya partai yang muncul di dalam sistem perpolitikan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarahnya sebagai negara demokrasi baru.

“Memang tidak bisa dilepaskan dari sejarahnya. Sejak periode sebelum proklamasi, embrio lahirnya banyak parpol di Indonesia sudah ada dan terus berkembang hingga akhirnya ada kebujakan represif di era Orde Baru,” ujarnya.

Kebijakan represif ini, lanjut dia hanya memunculkan tiga partai yaitu PDIP, Golkar, dan PPP. Hingga di era reformasi muncul keinginan orang untuk membentuk partai-partai politik.

Saat itu, keinginan mendirikan banyak partai diakomodir melalui kebijakan BJ Habibie sebagai Presiden. Hingga akhirnya, beragam partai yang muncul di Indonesia menurutnya mewakili masing-masing ideologi yang menjadi bagian dari Pancasila.

Ia mencontohkan misalnya ideologi nasionalisme saat ini terwakili oleh PDIP dan Gerindra. Selanjutnya, partai berbasis Islam yang saling bersinggungan antara PKB dan PPP.

“Sebetulnya, tidak selalu model di Amerika dengan sistem presidensial dan dua partai yang jadi satu-satunya pilihan terbaik. Sistem multi partai bisa menjadi semacam representasi politik dari kelompok-kelompok yang ada di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga

Share: Kenapa Parpol di Indonesia Banyak, Sementara di AS Cuma Dua?