Ratusan warga negara asing (WNA) dan beberapa warga Palestina yang terluka dievakuasi dari Gaza menuju Mesir melalui jalur Rafah, Rabu (1/11/2023). Setidaknya terdapat 320 orang pemegang paspor asing, termasuk di dalamnya ada warga negara Indonesia (WNI) yang diizinkan untuk mengevakuasi ke Mesir.
Evakuasi itu bisa terlaksana berkat Qatar yang memediasi perjanjian antara Mesir, Israel dan Hamas, berkoordinasi dengan Amerika Serikat (AS) baru-baru ini. Melansir Reuters, berdasarkan kesepakatan itu, sebanyak 81 orang yang terluka dan daftar awal 500 pemegang paspor asing diperkirakan akan diizinkan keluar dari Jalur Gaza dalam beberapa hari mendatang.
Seorang pejabat Palestina di sisi perbatasan Gaza mengatakan, para pemegang paspor asing berangkat dari wilayah tersebut dengan enam bus. Sebuah sumber di pihak Mesir mengatakan mereka akan menjalani pemeriksaan keamanan ketika sampai di Mesir.
Sebelumnya pada hari yang sama, sejumlah kecil orang yang terluka dievakuasi dengan ambulans dan diperiksa oleh tim medis Mesir, yang mengarahkan mereka ke rumah sakit berbeda tergantung pada tingkat keparahan kondisi mereka.
Pengungsi Medis
Kementerian Kesehatan Mesir mengatakan 16 pengungsi medis telah dipindahkan ke rumah sakit di wilayah utara Sinai, 11 orang ke Al Arish dan lima orang ke Bir al-Abd. Mesir juga telah menyiapkan rumah sakit lapangan di Sheikh Zuweid, 15 km (9 mil) dari Rafah, untuk merawat pengungsi dari Gaza.
Kementerian mengatakan pemeriksaan kesehatan telah dilakukan di perbatasan terhadap 117 pemegang paspor asing, dan 35 anak telah menerima vaksinasi.
Stasiun TV milik pemerintah Mesir, Al-Qahera, menyiarkan gambar staf rumah sakit mengangkat pengungsi dari ambulans dengan tandu dan mendorong mereka ke rumah sakit, di mana tim dokter telah menunggu mereka. Salah satu pengungsi yang ditampilkan adalah seorang anak kecil.
Direktur Rumah Sakit Nasser di Jalur Gaza, Nahed Abu Taeema mengatakan kepada Reuters bahwa 19 pasien yang terluka parah dari rumah sakitnya akan termasuk di antara 81 pasien yang dievakuasi ke Mesir.
“Hal tersebut memerlukan operasi lanjutan yang tidak dapat dilakukan di sini karena kurangnya kemampuan, terutama perempuan dan anak-anak,” kata Abu Taeema.
Terdapat WNI
Belum ada konfirmasi mengenai identitas atau kewarganegaraan pemegang paspor asing gelombang pertama yang meninggalkan Gaza. Namun, daftar yang menunjukkan gelombang pertama pemegang paspor asing yang diizinkan untuk dievakuasi, dipublikasikan di halaman Facebook otoritas penyeberangan perbatasan Gaza, menunjukkan kelompok dari Jepang, Austria, Bulgaria, Indonesia, Yordania, Australia, Republik Ceko, dan Finlandia.
Juga dalam daftar tersebut adalah staf dari beberapa organisasi non-pemerintah (LSM) dan Komite Internasional Palang Merah.
Salah satu sumber yang mengetahui kesepakatan yang ditengahi Qatar mengatakan warga negara dari negara-negara Muslim diberi prioritas, dan warga negara dari negara lain akan diberi peringkat berdasarkan urutan abjad.
“Dua dokter Filipina yang bekerja untuk kelompok bantuan medis Doctors Without Borders (MSF) diperkirakan menjadi orang pertama yang meninggalkan Gaza,” kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Filipina.
Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengatakan negaranya sedang bernegosiasi agar warga negara Turki diperbolehkan keluar.
Evakuasi terbatas ini terjadi lebih dari tiga minggu setelah blokade total Gaza oleh Israel, yang telah membombardir daerah kantong padat penduduk tersebut dan telah mengirimkan pasukan darat sebagai tanggapan atas serangan pejuang Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober. Serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober telah menewaskan sedikitnya 8.796 warga Palestina, termasuk 3.648 anak-anak.
Penyebrangan Rafah , yang dikendalikan oleh Mesir, adalah pintu masuk dan keluar utama ke Gaza dari Mesir dan berada di wilayah yang dikontrol ketat oleh militer Mesir. Keberadaan militer di sana guna memerangi pemberontakan Islam yang mencapai puncaknya setelah tahun 2013 dan kini sebagian besar telah berhasil dipadamkan.
Karena Mesir khawatir akan ketidakamanan, maka hanya orang-orang yang telah memperoleh izin keamanan dari pihak berwenang Mesir yang diperbolehkan berada dekat dengan penyeberangan Rafah.
Mesir, yang bersama dengan Israel telah mempertahankan blokade terhadap Gaza sejak Hamas mengambil alih kekuasaan di sana pada tahun 2007, telah menolak gagasan adanya perpindahan massal warga Palestina yang melarikan diri dari Gaza ke wilayah Sinai.