Ombudsman RI (ORI) menemukan mal administrasi dalam pelayanan penerbitan surat persetujuan impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dugaan maladministrasi disebabkan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag tidak menjalankan tugasnya sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ombudsman melakukan pemeriksaan usai menerima laporan dari masyarakat perihal belum terbitnya SPI bawang putih yang diajukan sejak Februari 2023, meski sudah memenuhi persyaratan dan ketentuan.
“Bahwa terhadap temuan maladministrasi tersebut, Ombudsman RI memberikan tindakan korektif kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk menerbitkan SPI Bawang Putih kepada pemohon yang terlebih dahulu dokumennya dinyatakan lengkap oleh sistem (first in, first served),” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam keterangan tertulis, Selasa (17/10/2023).
“Sebagaimana kebutuhan rencana impor yang telah ditetapkan pada Rakortas Kemenko Perekonomian tanggal 25 Januari 2023 sebesar 561.926 ton, sebagai bentuk peningkatan kinerja pelayanan publik dalam pencegahan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan,” sambungnya.
ORI menemukan lima maladmistrasi dalam pengaduan tersebut. Pertama, pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan dasar tidak berjalannya fiktif positif lima hari setelah dokumen dinyatakan lengkap.
Kedua, tertahannya penerbitan SPI Bawang Putih dengan dasar tersebut melampaui mewenang. Ketiga, penundaan berlarut dalam penerbitan SPI Bawang Putih bagi pelapor yang sangat melebihi jangka waktu pelayanan lima hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan.
Keempat, ditemukan penyimpangan prosedur dalam penerbitan SPI Bawang Putih. Yaitu, dengan menambah tahapan prosedur berupa diperlukannya pertimbangan Menteri Perdagangan terlebih dahulu sebagai dasar persetujuan suatu permohonan.
Dan terakhir, kelima, ditemukan adanya diskriminasi dalam penerbitan SPI Bawang Putih. Yakni, perlakuan penerbitan SPI Bawang Putih yang berbeda dan tidak sesuai dengan urutan permohonan yang dinyatakan lengkap terlebih dahulu (first in, first served).
Atas temuan itu, Ombudsman RI meminta Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk mencabut Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Impor Bawang Putih.
Selama pemeriksaan, Ombudsman RI menemukan penerbitan SPI Bawang Putih itu dipermainkan oleh oknum tertentu di lingkungan Kemendag. Sehingga, pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur, melainkan diatur oleh oknum tersebut.
Oknum mengintimidasi pelapor dan sejumlah importir bawang putih agar tidak mengajukan volume impor lebih dari 5.000 ton serta tidak mengadukan permasalahan penerbitan SPI Bawang Putih ini kepada pihak mana pun. Jika tetap dilakukan, maka konsekuensinya adalah permohonan SPI Bawang Putihnya tidak akan diterbitkan.
Kata dia, pelapor pernah ditawari seseorang yang mengaku dapat melancarkan penerbitan SPI Bawang Putih dengan biaya Rp 4.500/kg hingga Rp 5.000/kg.
“Terhadap informasi-informasi tersebut, Ombudsman RI menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum selaku pihak yang lebih berwenang dan instansi terkait untuk dapat mendalami maupun melakukan penyelidikan, sehingga permasalahan serupa tidak terjadi di kemudian hari,” kata Yeka.
Di sisi lain, Ombudsman RI mempertimbangkan untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terkait pelayanan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di lingkungan Kementerian Pertanian. Ombudsman RI meyakini bahwa maladministrasi dalam pelayanan publik merupakan pintu masuk bagi tindakan korupsi.