Kesehatan

Dampak Letusan Gunung Semeru pada Kesehatan Masyarakat

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Antara

Pada Sabtu (14/12/2021) pukul 15.20 WIB, Gunung Semeru memuntahkan endapan magma dari dalam perut bumi. Larutan silika bersuhu tinggi terbang bersama kepulan asap tebal hingga meluas ke berbagai penjuru Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Melansir dari PVMBG, Gunung Semeru mengalami 54 kali letusan atau erupsi dengan amplitudo 11-12 mm dengan durasi 85-130 detik pada 24 jam terakhir. Terpantau dua kali guguran lava pijar dengan jarak luncur 500-800 meter di bawah kawah kurang lebih 500 meter.

Melansir dari Pan American Health Organization, gumpalan abu besar dapat menyebar di atmosfer selama puluhan hingga ribuan kilometer dan memicu munculnya hujan abu. Sehingga, hujan abu dapat berdampak terhadap ribuan orang.

Apalagi, akumulasi abu dapat menjadi berat terutama saat basah dan berisiko membebani atap hingga runtuh. Faktanya, abu segar bersifat asam dan abrasi yang dapat merusak infrastruktur, kendaraan, hingga barang rumah tangga.

Sementara, paparan abu juga bisa menyebabkan beberapa penyakit kronik bagi masyarakat yang tinggal di lingkup hujan abu akibat erupsi gunung merapi.

Penyakit ISPA

Melansir Antara, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama menjelaskan gejala penyakit yang timbul pasca erupsi gunung merapi, yakni infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Namun, gejala lainnya seperti pneumonia, bronkitis, alergi, radang pada mata dan kulit, gangguan saluran pencernaan perlu diwaspadai.

Sementara itu, dampak erupsi dapat mempengaruhi makin buruknya penyakit kronik baik disebabkan daya tahan tubuh yang menurun maupun stress atau lalai makan obat. Tjandra mengatakan awan panas dengan cepat dapat terinhalasi masuk ke paru-paru dan kerap dikenal dengan trauma inhalasi.

Melansir Klikdokter, gangguan saluran pernapasan bagian atas dapat memicu munculnya gejala penyakit batuk, sesak nafas, nyeri tenggorokan, iritasi hidung, dan lain-lain. Sementara, gangguan pada paru-paru dapat menyebabkan radang apalagi kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Namun, untuk jangka panjang gangguan ini dapat menimbulkan penyakit silikosis, yakni terbentuknya jaringan parut pada paru-paru karena paparan partikel silika. Dampak lainnya, iritasi mata apabila partikel kecil dari debu vulkanik mengenai mata.

Gejala iritasi mata, yakni mata merah, gatal, dan nyeri. Sehingga, dampak ini dapat merusak kornea hingga buta permanen. Lebih lanjut, iritasi pada kulit juga terdampak erupsi gunung merapi.

Pasalnya, paparan debu vulkanik menyebabkan ruam kemerahan dan gatal. Sementara, air yang terkontaminasi dengan debu vulkanik dan digunakan untuk mandi dapat menjadi salah satu potensi iritasi kulit.

Pencegahan dan Pengobatan

Tjandra menjelaskan langkah pencegahan dari dampak erupsi gunung merapi. Warga perlu menghindari bahkan meninggalkan rumah ke tempat pengungsian. Terutama, bagi mereka yang tinggal di daerah yang terkena asap dan debu vulkanik.

Namun, warga juga perlu menggunakan masker atau pelindung saat bergegas meninggalkan rumah. Sementara, fasilitas air atau sumur galian perlu ditutup agar tidak terkena debu.

Seperti makanan, buah-buahan, dan sayuran wajib dibersihkan dan mencucinya dengan air bersih. Apabila warga mengalami keluhan kesehatan seperti batuk, sesak nafas, dan iritasi pada mata dan kulit segera pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

Tjandra juga mengingatkan apabila memiliki penyakit kronis, pastikan obat-obatan wajib dikonsumsi secara rutin. Lebih lanjut, Ia menambahkan untuk selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik dalam rumah maupun di tempat pengungsian dengan sebisa mungkin.  (zal)


Baca Juga:

Share: Dampak Letusan Gunung Semeru pada Kesehatan Masyarakat