Budaya Pop

Fenomena Pink Tax, Diskriminasi Harga Berbasis Gender

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
adweek.com

Belanja adalah hal yang paling tidak bisa dilewatkan. Apalagi sekarang baik online atau toko fisik memberi kemudahan bagi pria dan wanita masuk ke kategori belanja berdasarkan jenis kelamin mereka.

Contohnya seperti produk “Maskulin” yang hadir dalam kemasan hitam atau biru tua dengan merek seperti Bull Dog, Vikings Blade, dan Rugged and Dapper. Jika produk memiliki wewangian, itu adalah aroma muskier.

Sementara produk “perempuan” sulit untuk dilewatkan dengan warna pink dan ungu muda, tambahan glitter. Jika beraroma, maka wewangiannya adalah buah dan bunga.

Aroma dan warna mungkin merupakan perbedaan yang paling jelas antara produk yang ditujukan kepada pria dan wanita. Namun, ada perbedaan lainnya seperti label harga. Apalagi, produk wanita cenderung jauh lebih mahal dibanding pria, meskipun proses produksinya sama.

Hati-hati, faktanya itu merupakan diskriminasi harga berbasis gender atau kerap disebut pink tax.

Pink Tax merupakan biaya tambahan untuk produk yang secara langsung ditujukan untuk wanita. Padahal, produk itu hanya menunjukkan sedikit perbedaan dari produk serupa yang ditunjukkan pada pria.

Bukan Fenomena Baru

Faktanya, pink tax bukan pajak, melainkan taktik produsen untuk mengambil laba lebih dari konsumen perempuan. Melansir Healthline, pink tax bukanlah fenomena baru.

Selama 20 tahun terakhir, California, Connecticut, Florida, dan South Dakota telah merilis laporan tentang penetapan harga berbasis gender di negara bagian mereka. Pada tahun 2010, Consumer Reports menyoroti masalah ini secara nasional. Mereka menemukan tarif harga yang perlu dibayar oleh wanita 50 persen lebih tinggi dibanding produk pria yang padahal serupa.

Fenomena ini ditelisik lebih jauh pada tahun 2015 ketika Departemen Urusan Konsumen Kota New York merilis laporan tentang perbedaan harga untuk 794 produk sebanding dengan 91 merek yang terjual di seluruh kota.

Laporan tersebut memeriksa lima industri yang berbeda, seperti produk perawatan pribadi atau produk perawatan kesehatan. Data ini mencakup 35 kategori produk, seperti body wash atau sampo.

Masing-masing lima industri itu mencakup barang untuk dipasarkan untuk wanita dan anak perempuan, namun jauh lebih mahal. Terutama, para peneliti mengamati 106 produk dalam kategori mainan dan aksesoris. Mereka menemukan, rata-rata produk yang ditujukan untuk anak perempuan dihargai 7 persen lebih tinggi.

Sehingga, fenomena atau masalah ini menjadi fokus utama bagi publik. Mereka khawatir pajak tersebut dapat menyulitkan kondisi ibu rumah tangga atau perempuan yang berpenghasilan rendah.

Sulit Bagi Perempuan Berpenghasilan Rendah

CEO Yayasan Perempuan California Surina Khan mengatakan diskriminasi harga menambah lapisan lain pada ketidaksetaraan upah yang dihadapi perempuan, serta lebih sulit bagi perempuan yang perlu memenuhi kebutuhan.

Misalnya, tentu kita pasti pernah menemukan pisau cukur atau krim cukur perempuan lebih mahal daripada produk serupa untuk pria, tetapi bagaimana dengan kemeja dan celana? Bagaimana perempuan bisa tahu jika mereka membayar lebih untuk produk yang tidak memiliki titik perbandingan yang mudah terlihat? Cara penjualan, merek, dan kualitas produk bervariasi, sehingga sulit untuk menentukan harga yang wajar tanpa bias gender.

Melansir Bankrate, pengaruh yang kurang dikenal pada penetapan harga berbasis gender adalah biaya tarif untuk barang-barang eceran. Pengaruh tarif pada harga eceran membuat orang-orang sulit untuk hanya menyalahkan produsen atas perbedaan harga berbasis gender yang terlihat di toko-toko di seluruh penjuru dunia.

Namun, tarif tidak sepenuhnya menjelaskan atau membenarkan keberadaan pink tax, karena penetapan harga yang diskriminatif berdasarkan gender bersifat lazim dan tidak hanya dalam kasus barang dagang eceran saja tapi juga dalam layanan sehari-hari.

Tidak Hanya Pada Produk

Wanita tidak hanya menghadapi biaya tambahan pada produk saja. Banyak layanan seperti dry cleaning dan perawatan mobil dapat dikenakan biaya lebih banyak jika kalian seorang wanita.

Melansir CBS News, terdapat dua anggota staf CBS News, yakni satu orang pria dan wanita. Mereka diminta untuk melakukan uji coba di New York City dengan mengenakan kemeja kancing warna putih yang sama.

Usai menjalankan uji coba tersebut, mereka menemukan lebih dari separuh petugas kebersihan mengenakan biaya pada anggota staf wanita setidaknya dua kali lipat untuk membersihkan meja.

Sehingga, dengan pendapatan rata-rata yang lebih rendah dan biaya produk yang lebih tinggi, penting bagi wanita untuk membuat anggaran yang sesuai untuk mereka. Mereka juga perlu menemukan cara untuk mengurangi biaya tambahan dari pink tax.

Perlu Ditindaklanjuti

Sayangnya, tidak ada solusi yang mudah untuk masalah pink tax. Cukup menghemat uang dengan berbelanja produk yang netral gender atau yang ditargetkan untuk pria. Solusi ini memang tidak akan berhasil sepenuhnya untuk semua orang, tetapi dapat membantu menghindari produk “wanita” yang terlalu mahal.

Entah itu pisau cukur, krim cukur, celana jeans, mainan anak-anak, atau obat-obatan yang membuat barang tersebut lebih mahal hanya karena ditargetkan pada wanita tetap disebut diskriminasi. Satu-satunya cara yang benar untuk mengakhiri pink tax adalah dengan “speak up” terhadap merek-merek yang melanggengkan sistem penetapan harga berbasis gender atau diskriminatif.

Selain itu, para wanita juga bisa menghubungi pihak lembaga atau berwajib yang dapat menyelesaikan masalah ini agar tidak berkepanjangan.

Baca Juga

Share: Fenomena Pink Tax, Diskriminasi Harga Berbasis Gender