Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengumumkan kebijakan baru yang memberi keleluasaan bagi mahasiswa untuk menyusun tugas akhir di luar skripsi, sebagai prasyarat menyelesaikan studi tingkat strata satu (S1).
Nadiem mengumumkan kebijakan itu saat meluncurkan Program Merdeka Belajar Episode Ke-26 yang bertajuk Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).
Dengan adanya kebijakan baru ini, maka nantinya mahasiswa tidak lagi diwajibkan untuk menyusun skripsi untuk menyelesaikan jenjang S1. Nadiem mengatakan, mereka diberikan kebebasan untuk menggunakan cara lain untuk mengerjakan tugas akhir di luar skripsi.
Mendikbudristek menyebutkan, kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, tertanggal 6 Agustus 2023 dan resmi menjadi perundangan pada 18 Agustus 2023.
“Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui: a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok,,” demikian bunyi penggalan Pasal 18 Nomor (9) dalam aturan tersebut.
Kebijakan itu memberi keleluasaan bagi mahasiswa untuk mengerjakan tugas akhir di luar skripsi, seperti prototipe, proyek, dan lainnya. Mahasiswa juga diberikan kemudahan untuk menggarap tugas akhir secara berkelompok maupun perseorangan.
“Penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan,” lanjut ketentuan itu.
Kebijakan Nadiem yang dibalut dalam Episode Merdeka Belajar ke-26 itu mencakup dua aspek. Kedunya, digadang-gadang mampu mentransformasi pendidikan tinggi, yaitu pertama, memerdekakan standar nasional pendidikan tinggi dan kedua adalah sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial.
“Standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan yaitu standar nasional kini berfungsi sebagai pengaturan framework dan tidak lagi bersifat preskriptif dan detail seperti di antaranya, terkait pengaturan tugas akhir mahasiswa,” lanjut ketentuan tersebut.
Sebelumnya, standar nasional pendidikan tinggi bersifat kaku dan rinci sehingga perguruan tinggi kurang leluasa merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.
Misalnya, syarat kelulusan yang tidak relevan dengan zaman dan alokasi waktu yang diatur sampai per menit per minggu dalam satu satuan kredit semester (SKS). Contoh transformasi terkait standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan dijabarkan adalah terkait standar penelitian dan standar pengabdian.
Beberapa perubahan adalah penyederhanaan lingkup standar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari delapan menjadi tiga standar, penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan, serta penyederhanaan pada standar proses pembelajaran dan penilaian.
Selanjutnya, beberapa pokok perubahan sistem akreditasi pendidikan tinggi adalah status akreditasi yang disederhanakan, biaya akreditasi wajib sekarang ditanggung pemerintah, dan proses akreditasi dapat dilakukan pada tingkat unit pengelola program studi.
“Perubahan tidak dapat dilakukan tanpa kolaborasi seluruh pihak. Kemendikbudristek bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan transformasi pendidikan tinggi,” kata Nadiem.