Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai keterlibatan dua Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif dalam dugaan tindak pidana korupsi di Basarnas, merupakan bentuk kegagalan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri atas organisasi lintas bidang, seperti Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta, AlDP.
Sebab, koalisi menilai kedua menteri itu dinilai gagal mengawasi TNI. Mengingat, ruang lingkup tanggung jawab keduanya yang mencakup TNI.
“Kami juga menilai bahwa Korupsi di tubuh TNI juga diakibatkan oleh kegagalan Menhan dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap TNI yang jelas berada dibawahnya berdasarkan UU TNI yang dikuatkan Putusan MK No.9/PUU-IX/2011,” demikian bunyi siaran pers Koalisi yang diedarkan pada Sabtu (29/7/2023).
Menurut koalisi, tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum militer di Basarnas terjadi karena lemahnya keterbukaan yang ada di tubuh militer.
“Skandal korupsi yang terjadi di tubuh Basarnas yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif ini menunjukkan masih lemahnya akuntabilitas dan transparansi di lembaga-lembaga yang terkait dengan militer,” lanjut pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil.
Mereka mengharapkan, kasus ini menjadi momentum untuk mengevaluasi proses pengadaan barang atau jasa lainnya, dalam institusi militer agar lebih transparan dan akuntabel, sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.
Koalisi juga mendesak supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus tersebut. Meski, kasus ini melibatkan dua TNI aktif, sehingga dianggap harus diselesaikan melalui Puspom TNI.
“KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas ini. KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi,” imbuh pernyataan mereka.
Koalisi memandang, sebetulnya KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis, atau Undang-undang khusus yang mengenyampingkan Undang-undang yang umum. Dengan demikian, menurut Koalisi, KPK harusnya mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak perlu meminta maaf.
“Permintaan maaf dan penyerahan perkara kedua prajurit tersebut kepada Puspom TNI hanya akan menghalangi pengungkapan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel,” jelas mereka.
Seperti diketahui, KPK meminta maaf atas penetapan dua orang anggota TNI aktif dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas, Jumat, 28 Juli 2023. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengakui anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.