Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk kembali membuka kembali ekspor pasir laut, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Akan tetapi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga saat ini masih melarang ekspor pasir laut. Sehingga keputusan Presiden tersebut belum memiliki aturan teknisnya.
“Sampai sekarang masih dilarang sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) masih dilarang. Kalau Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut itu kan, artinya boleh kalau kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Tetapi aturan teknis belum ada,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso melalui keterangan persnya. Kamis (6/7/2023).
Budi menambahkan, hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai peraturan ekspor pasir laut yang tertuang dalam Permendag.
Ke depan, ia mengatakan Indonesia belum bisa menerapkan kebijakan ekspor pasir laut karena aturan dari Kemendag belum diubah, meski tim kajian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai penilai telah terbentuk dan memperbolehkan pengerukan di titik tertentu.
“Ya tidak boleh (ekspor), Permendag harus diubah dulu, sebelum diubah tetap tidak boleh ekspor,” ucapnya.
Diketahui, dalam PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diteken pada Senin (15/5/2023) itu memuat aturan tentang kegiatan pemanfaatan hasil sedimentasi laut.
Di antaranya, pengangkutan, penempatan, penggunaan, penjualan dan ekspor sedimen laut atau pasir laut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut ekspor pasir laut merupakan opsi terakhir. Sedangkan pengerukan pasir laut, kata dia, diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Saya berpikirnya bukan ekspor (yang utama). Saya berpikirnya mengelola sedimentasi supaya reklamasi-reklamasi yang ada di dalam negeri jangan menggunakan selain sedimentasi,” tutur Trenggono.
Menurut Trenggono, PP tersebut diperlukan untuk mengelola pengerukan pasir laut dalam negeri yang selama ini belum diatur oleh pemerintah.
Hal itu disebutnya lebih penting agar tidak ada lagi pengambilan pasir laut secara ilegal dan masif. Termasuk pengambilan pasir dari pulau.
“Kalau tidak (diatur) nanti semua main diambil saja untuk kepentingan reklamasi. Ingat ya. Saya tidak bicara ekspor,” ucapnya.