Keuangan

Gubernur BI Mengaku Siap Lakukan Redenominasi Rupiah

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi Rupiah/Pixabay

Pemerintah melalui Bank Indonesia, menyatakan siap untuk melakukan redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah, meski langkah ini tidak akan terealisasi dalam waktu dekat.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, secara perencanaan pihaknya sudah lama menentukan berbagai tahapan untuk redenominasi Rupiah. Redenominasi merupakan bentuk penyederhanaan nilai mata uang Rupiah, tanpa mengubah nilai tukarnya.

“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain, tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya,” kata Perry melalui keterangan persnya saat Rapat Dewan Gubernur Juni 2023 di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Akan tetapi, ia mengungkapkan saat ini terdapat tiga faktor yang menyebabkan pelaksanaan redenominasi Rupiah belum dapat dilaksanakan secara cepat. Adapun tujuan dilakukan redenominasi untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan uang, tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilanya terhadap harga barang dan/atau jasa.

Faktor pertama, kata dia yakni kondisi makroekonomi. Secara kondisi makroekonomi, kata dia Indonesia memang sudah membaik dan pulih.

Namun, menurutnya masih terdapat potensi dampak rambatan (spillover) dari ekonomi global yang masih dirundung ketidakpastian.

“Ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat, dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi,” terangnya.

Perry menuturkan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen pada tahun ini, dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Adapun di AS, lanjut dia tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda.

“Sehingga mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed, ke depan,” ucapnya.

Masih turunan dari faktor pertama, Perry menyebutkan kebijakan moneter saat ini juga masih ketat di diberlakukan Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. 

Sedangkan, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Selanjutnya faktor kedua, Perry menuturkan kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan juga menjadi salah satu pengaruhnya. 

“Di Tanah Air, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan sudah stabil, namun Indonesia masih dihantui oleh ketidakpastian global,” terangnya.

Faktor terakhir, ia mengatakan terkait kondisi sosial dan politik. Sebab untuk melakukan redenominasi diperlukan kondisi sosial dan politik yang kondusif, mendukung, positif, serta kuat. “Untuk kondisi sosial dan politik ini pemerintah yang lebih mengetahui,” tandasnya.

Share: Gubernur BI Mengaku Siap Lakukan Redenominasi Rupiah