Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengimbau pelaku usaha agar jeli, melihat situasi perkembangan perdagangan dunia yang didorong pembukaan akses pasar.
Menurutnya, hal ini memengaruhi peningkatan pemanfaatan instrumen pemulihan perdagangan (trade remedies), oleh negara-negara anggota World Trade Organization (WTO).
“Perkembangan telah terjadi baik di tataran global (multilateral), regional, maupun bilateral,” katanya dalam pembukaan dialog interaktif yang digelar Kementerian Perdagangan, melalui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Selasa (13/6/2023).
Suhanto menuturkan, persaingan antar pelaku perdagangan, mulai dari pelaku eksportir maupun eksportir produsen, semakin ketat untuk memenangkan pangsa pasar di negara tujuan ekspor.
Hal ini, menurutnya akan berdampak pada industri dalam negeri. Oleh sebab itu, instrumen pemulihan perdagangan disiapkan dan disepakati negara anggota WTO.
Sejak awal pembentukannya, kata Suhanto WTO sebagai mekanisme perlindungan bagi industri dalam negeri setiap anggotanya, terutama karena praktik dagang yang tidak adil.
“KADI (Komite Anti Dumping Indonesia) dibentuk pada tahun 1996, sebagai Otoritas Penyelidikan Anti-Dumping dan Anti-Subsidi di Indonesia,” ujarnya.
Hingga saat ini, lanjut dia KADI belum memaksimalkan pemanfaatan tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan.
Indonesia, sejauh ini baru menuduh sebanyak 88 kasus dan hanya 49 kasus yang berhasil diterapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Dengan tindakan anti-dumping, diharapkan produk dalam negeri dapat bersaing secara sehat, dengan produk impor yang terbukti melakukan dumping.
“Adanya persaingan yang sehat dapat memulihkan kinerja perusahaan yang pada akhirnya dapat menggiatkan roda perekonomian nasional,” ujar Suhanto.
Kementerian Perdagangan mengajak seluruh pihak, baik industri dalam negeri, instansi terkait, dan pemangku kepentingan lainnya untuk terus berkolaborasi.
Selain itu, juga diharapkan mampu meningkatkan pemanfaatan instrumen pemuihan perdagangan ini, dalam melindungi sekaligus mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Dengan digelarnya dialog Interaktif tersebut, diharapkan seluruh peserta, terutama yang mengalami kerugian akibat impor dumping, senantias berperan aktif.
Peranan aktif itu, antara lain dalam memanfaatkan dan mengimplementasikan instrumen pemulihan perdagangan dalam melindungi industrinya di dalam negeri. Dialog interaktif dihadiri 97 peserta dari perwakilan industri dalam negeri, eksportir, calon eksportir, asosiasi usaha, praktisi hukum dan konsultan.
Peserta diharapkan dapat menerima pemahaman yang lebih baik terkait kasus-kasus dumping, subsidi, ketentuan yang berkaitan, dengan instrumen pemulihan perdagangan.
“Semoga melalui kegiatan ini, para pelaku usaha Indonesia semakin memahami manfaat dari instrumen pemulihan perdagangan kala tantangan impor mengancam keberlangsungan usaha,” pungkas Suhanto.