Politik

Teguran Prabowo ke Fadli Zon, Antara Etika Politik dan Pencapresan 2024

Admin — Asumsi.co

featured image
ANTARA /Indrianto Eko Suwarso

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengomentari cuitan Presiden Joko Widodo yang sedang menjajal Sirkuit Internasional Mandalika. Mulanya, anggota Komisi I DPR RI itu mengucapkan selamat atas peresmian Sirkuit Mandalika, namun di ujung kalimatnya, Fadli mengingatkan Jokowi ihwal banjir yang merendam Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Sindiran Fadli berbuntut panjang. Juru Bicara Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan sindiran Fadli itu tidak merepresentasikan fraksi ataupun Gerindra. Ia juga menyebut Ketua Umum Prabowo Subianto sudah menegur Fadli Zon melalui Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani.

“Tweet Pak Fadli Zon soal Sintang, kami perlu meluruskan jika statement tersebut tidak mewakili fraksi ataupun partai. Kepada beliau sudah diberikan teguran dan kami juga meminta maaf apabila statement tersebut menimbulkan ketidaknyamanan,” ujar Habiburokhman dalam keterangannya.

Etika Politik Berkoalisi

Peneliti Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati menilai sikap Prabowo menegur Fadli lebih ke arah etika politik, mengingat saat ini Gerindra sudah berada dalam koalisi pemerintah Jokowi dan Ma’ruf Amin. Menurut Wasisto, dengan kondisi itu, sudah sepatutnya seluruh kader Gerindra, termasuk Fadli Zon satu suara dengan pemerintah.

“Saya pikir faktornya adalah soal etika politik, di mana Gerindra yang saat ini masuk dalam koalisi pemerintahan sudah sepatutnya satu suara dengan kebijakan Presiden. Dalam konteks tersebut, teguran kepada Fadli Zon tersebut merupakan bagian dari semacam peringatan agar tidak bersikap ‘oposisi’ dalam koalisi,” kata Wasisto saat dihubungi Asumsi.co, Senin (15/11/2021).

Tidak hanya itu, menurut Wasisto, Fadli juga seharusnya sadar diri. Pasalnya, Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Naraya dari Presiden Jokowi pada Agustus 2020.

Menurut Wasisto, apabila Fadli Zon terus mengkritik kebijakan Jokowi, bisa saja penghargaan itu akan dicabut, yang akan mencoreng citra Gerindra.

“Faktor lain yang paling krusial adalah, FZ ini perlu sadar diri, karena pernah diberi bintang jasa oleh Jokowi pada 2020, sehingga apabila masih terus mengkritik, bisa jadi penghargaan itu dicabut dan akhirnya nama Gerindra yang tercoreng.” tuturnya.

Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago juga menganggap teguran itu bentuk penertiban Prabowo kepada para kadernya. Ia menilai, Prabowo tak mau berkoalisi dengan standar ganda.

Menurut Pangi, berkoalisi dengan pemerintah tentu memiliki konsekuensi disiplin, loyal, dan tegak lurus dengan agenda pemerintah. Terlebih, Gerindra sudah mendapat jatah Menteri Pertahanan yang kini dijabat oleh Prabowo.

“Maka kritis itu saya pikir enggak mungkin itu dilakukan. Loyal dan disiplin adalah sebuah keniscayaan dalam koalisi. Saya pikir Prabowo tidak mau ada yang tidak tertib berkoalisi, jadi ruang untuk mengkritik sudah selesai sejak Prabowo gabung ke pemerintah,” ujar Pangi.

“Loyal dan all out untuk membantu pemerintah, jadi Fadli Zon saya pikir sudah tidak ada lagi ruang gerak beliau mengkritik pemerintah, biarkan saja partai oposisi yang bising dan keras mengkritik pemerintah,” tuturnya menambahkan.

Langkah Prabowo Amankan 2024

Teguran Prabowo ke Fadli soal sindiran ke Jokowi ini juga bisa dianggap sebagai salah satu cara Prabowo memuluskan jalannya ke panggung pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Seperti diketahui, Gerindra sejak awal sudah menegaskan bakal kembali mencalonkan mantan Danjen Kopassus itu sebagai capres pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Menurut Pangi, Prabowo sejak awal juga sudah mengambil ancang-ancang untuk kembali berkontestasi pada Pilpres mendatang. Oleh karena itu, ia menilai sindiran-sindiran Fadli Zon itu akan membahayakan peluangnya untuk menang pada Pemilu 2024.

“Ini terkait dengan peristiwa Pilpres 2024, beliau enggak mau ada yang mengganggu agenda beliau, termasuk dalam hal ini bagaimana hubungan Jokowi dan Prabowo chemistry-nya dapat, Jokowi jangan sampai ngambek, yang boleh jadi Jokowi berpikir ulang untuk kedua kalinya membantu Prabowo dalam pencapresan,” ujar Pangi.

Wasisto di sisi lain menilai teguran itu memiliki relasi dengan ‘chemistry’ politik yang dibangun kembali antara Prabowo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Ia menilai sejak awal Gerindra gabung dengan koalisi pemerintah adalah bertujuan mengamankan tiket pada Pemilu 2024.

Menurut Wasisto, teguran itu tidak akan berpengaruh besar pada dukungan Jokowi kepada Prabowo. Pasalnya, meski posisi Jokowi sebagai presiden, mantan Wali Kota Solo itu bukan seorang ketua umum partai politik, sehingga tidak akan bisa berbuat banyak.

“Saya pikir itu belum ada kaitannya dengan Jokowi, karena Jokowi sepertinya akan bersikap netral pada Pilpres 2024 nanti,” ujar Wasisto. “Label ‘king maker’ itu tersemat karena posisi Jokowi sebagai presiden, sehingga banyak berasumsi Jokowi punya power untuk menunjuk suksesornya, namun secara realita ‘king maker’ itu adanya di posisi seorang ketua umum partai,” jelasnya menambahkan.

Buah Simalakama Fadli Zon

Teguran dari Prabowo diyakini bakal meredam suara bising Fadli Zon ke pemerintahan. Dengan teguran tersebut, Fadli Zon tidak akan berani bersuara lantang lagi untuk mengkritik pemerintah.

Menurut Wasisto, dengan teguran itu, Fadli bakal menurunkan tensi kritikannya kepada pemerintah. Apalagi, Fadli Zon dapat dikatakan berhutang dengan Prabowo, lantaran karier politiknya juga dibantu oleh Prabowo.

Satu-satunya pilihan Fadli Zon untuk tetap menyuarakan kritiknya adalah dengan cara keluar dari Gerindra, partai yang sudah membesarkan namanya di kancah politik. Namun, ia menilai kecil kemungkinan Fadli bakal keluar dari Gerindra.

“Kecil kemungkinan Fadli Zon keluar dari Gerindra karena ikatan emosional dengan Prabowo semenjak mendirikan Gerindra di tahun 2008. Mungkin hanya segmen-segmen kelompok masyarakat tertentu yang mendengar kritikan Fadli Zon,” tutur Wasisto.

Senada dengan Wasisto, Pangi juga menilai satu-satunya cara Fadli tetap bisa bersuara lantang mengkritik kinerja pemerintah adalah dengan keluar dari Gerindra. Pasalnya, posisi Fadli saat ini sudah sangat sulit untuk bermanuver.

“Posisi yang sekarang Fadli Zon serba sulit, buah simalakama, beliau sudah tersandera dan tidak bisa kritis lagi, karena Gerindra tak ingin agenda Prabowo terganggu. Gerindra ingin menunjukkan dagelan politik bahwa Gerindra partai koalisi yang disiplin dan all out habis mendukung pemerintah,” pungkas Pangi.

Baca Juga:

Share: Teguran Prabowo ke Fadli Zon, Antara Etika Politik dan Pencapresan 2024