Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara blak-blakan mengungkapkan alasan dirinya memutuskan untuk tak menerapkan kebijakan lockdown atau karantina wilayah, pada masa pandemi COVID-19 pertama kali menerjang Indonesia. Meski banyak pihak yang meminta dirinya memutuskan kebijakan ini.
Pilih PSBB dan PPKM: Diketahui, pada tanggal 2 Maret 2020 Jokowi memutuskan mengumumkan adanya pasien COVID-19 di Indonesia. Dalam pengumumannya, Jokowi mengatakan pasien yang terpapar COVID-19 di Indonesia, merupakan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia.
Alih-alih lockdown, sejak kasus pertama diumumkan, Jokowi memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga berlanjut pada kebijakan berikutnya yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Tekanan Lockdown: Presiden mengungkapkan sebelum dirinya mengambil kebijakan PSBB, berbagai kalangan, mulai dari menteri, parlemen, hingga partai politik memintanya untuk mengambil kebijakan lockdown. Hal ini melihat berbagai negara memilih untuk karantina wilayah, demi menekan penyebaran kasus COVID-19.
“Pada saat memutuskan lockdown atau enggak lockdown, rapat menteri 80 persen ‘Pak, lockdown karena semua negara melakukan itu’. Nggak dari DPR, nggak dari partai, semuanya (meminta) lockdown,” kata Jokowi dalam sambutan pada Rapat Koordinasi Nasional Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (26/1/2023).
Kepala Negara menuturkan, jika dirinya terbawa pada tekanan untuk melakukan lockdown, hingga mengambil kebijakan tersebut, dikhawatirkan malah keliru dan memicu kegaduhan. “Tekanan-tekanan seperti itu pada saat mengalami krisis dan kita tidak jernih kita tergesa-gesa kita grusak-grusuk bisa salah bisa keliru,” imbuhnya.
Semedi Tiga Hari: Meski adanya tekanan lockdown, Jokowi memutuskan untuk menimbang-nimbang secara matang soal langkah yang akan dipilihnya, Bahkan, ia mengatakan saat memikirkan keputusan dalam menghadapi pandemi COVID-19, sampai melakukan semedi.
“Saya semedi tiga hari untuk memutuskan apa ini apa kita harus lockdown atau tidak. Karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini,” kata Jokowi.
Khawatir Kerusuhan: Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menilai keputusan lockdown sangat bisa berdampak pada masyarakat. Kerusuhan pun mungkin bisa saja terjadi karena penguncian sementara berbagai aktivitas masyarakat, bisa membuat banyak orang kesulitan mencari nafkah.
“Misalnya kita putuskan lockdown hitungan saya dalam dua atau tiga minggu, rakyat sudah nggak bisa, nggak. Memiliki peluang kecil untuk mencari nafkah, semuanya ditutup,” ucapnya.
Tak Cukup Beri Bantuan: Jokowi juga mengakui alasan dirinya memilih kebijakan PSBB juga karena pada saat itu, negara tidak bisa memberikan bantuan yang cukup kepada rakyat. Tekanan ekonomi, kata dia juga menjadi pertimbangan lainnya.
“Apa yang terjadi? Rakyat pasti rusuh, itu yang kita hitung. Sehingga kita putuskan saat itu tidak lockdown dan pada saat yang sama, ditekan dari sisi ekonomi. Bayangkan, penerimaan negara anjlok 16 persen. Padahal belanja harus naik 12 persen, gimana coba?” tandasnya.