Eksklusif

Ribut-ribut Jalan Berbayar di Jakarta

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp/aa.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai Program Jalan Berbayar Elektronik (elektronic road pricing/ERP) yang tengah digodok Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan efektif mengurangi kemacetan jika tanpa dibarengi kebijakan lain.

Agus mengatakan penerapan ERP harus diiringi dengan kebijakan lain, seperti meningkatkan biaya parkir, memperbesar pajak kendaraan bermotor, serta integrasi transportasi umum.

“Itu gak bisa sendirian hanya ERP, harus dengan parkir, harus dengan pajak, harus dengan yang lain-lain dan juga konektivitas angkutan umum dari first mile sampai last mile harus bagus, kalau ERP saja gak bisa,” kata Agus ketika dikonfirmasi Asumsi.co, Rabu (18/1/2022).

Agus melihat bahwa jalan gratis bukan penyebab tunggal banyaknya kendaraan di Ibu Kota. Sebab murahnya biaya parkir dan pajak kendaraan yang rendah turut berperan membanjirnya kendaraan pribadi di DKI yang berujung pada kemacetan.

“Kalau ERP dibenerin, terus orang gak ada transportasi umum ke situ, terus parkir masih murah, lalu bagaimana? Ya gak akan berhasil” katanya.

Menurut Agus sistem ERP bisa saja diterapkan, asalkan secara simultan Pemerintah Provinsi DKI juga menghadirkan kebijakan lain yang bermuara sama untuk menekan tingginya penggunaan kendaraan pribadi di Ibu Kota.

“Parkir harus mahal kalau bisa sejam Rp100 ribu supaya orang gak bawa mobil, terus ada park and ride di setiap stasiun besar,” ujarnya.

Pemerintah Pusat juga harus mengambil peran dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor agar masyarakat berpikir berulang kali memiliki kendaraan bermotor. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Singapura, di mana masyarakat dibebani pajak kendaraan pribadi yang selangit.

“Ya Singapura begitu, lihat saja pajak Singapura berapa, berapa ongkos parkir, bagaimana connecting-nya (kendaraan umum)? Kan ada semua, kita ada? Gak ada,” ujar Agus.

Penerapan ERP di Jakarta juga memicu kekhawatiran akan munculnya masalah baru. Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidjojo menilai bahwa tanpa dibarengi perubahan perilaku masyarakat untuk beralih ke moda transportasi umum, maka ERP hanya akan membuat kemacetan beralih ke ruas-rusa jalan yang tidak berbayar.

“Jika akhirnya masyarakat tetap bawa kendaraan pribadi, titik macetnya hanya akan pindah ke jalan yang tidak berbayar. Maka tetapkan saja komitmen untuk kita pakai pendapatan dari ERP untuk bikin transportasi publik agar lebih bagus,” kata Anggara, dilansir Antara.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjelaskan bahwa dalam Rancangan Perda soal ERP yang tengah digodok, mengatur pengecualian kendaraan yang terbebas ERP. Kendaraan-kendaraan tersebut, yakni sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah, TNI/Polri kecuali selain berpelat hitam.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengatakan bahwa di luar kendaraan-kendaraan itu, maka akan tetap dikenakan ERP. Tak terkecuali bagi kendaraan roda dua, termasuk para pengemudi ojek daring.

“Usulan kami termasuk di dalamnya usulan roda dua (dikenakan bayaran)” ujar Syafrin ketika dikonfirmasi Asumsi.co, Rabu (18/1/2023).

Hal ini menuai penentangan dari para pengemudi ojek daring. Mereka khawatir bahwa biaya ERP yang harus dibayarkan akan membebani para pengemudi.

“Kami tidak setuju apabila ojek online (daring) itu dikenakan biaya apabila melintas di rute-rute ERP,” ujar Ketua Umum Garda Indonesia (asosiasi pengemudi ojek daring) Igun Wicaksono kepada Asumsi.co, Rabu (18/1/2023).

Igun berasalan, kendati kendaraan ojek daring belum berpelat kuning layaknya angkutan umum, namun menurutnya kendaraan mereka sudah banyak dipakai masyarakat sebagai alat transportasi di Ibu Kota. Igun meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan hal itu.

Igun sebetulnya tidak masalah dengan penerapan ERP, asalkan para pengemudi ojek daring mendapat pengecualian sebagai kendaraan yang tidak dikenakan biaya.

Sementara itu, warga asli DKI, Ryan Nurrahman mengaku menentang ERP jika kebijakan itu hanya berdiri tunggal tanpa dibarengi kebijakan lain. Dia menilai ERP bakal membebani masyarakat. Lagi pula dengan kondisi fasilitas transportasi umum yang belum terintegrasi, penerapan ERP tidak akan mengurangi kemacetan justru membuat mobilitas masyarakat makin terhambat.

“Harus disediakan juga lahan parkir di stasiun-stasiun angkutan umum (park and ride). Jangan hanya lahan kosong, tapi benar-benar dibangun ada gedungnya misalnya,” kata Ryan berbicara kepada Asumsi.co, Rabu (18/1/2023).

Baca Juga:

Sistem ERP Diprediksi Akan Bikin Jalan Tak Berbayar Macet

2023 DKI Bakal Berlakukan Jalan Berbayar dengan Tarif Maksimal Rp19.900

Jakarta akan Pakai Artificial Intelligence untuk Urai Macet

Share: Ribut-ribut Jalan Berbayar di Jakarta