Isu Terkini

Solusi Jokowi di COP26 Glasgow Dianggap Tak Sesuai Fakta Lapangan

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menilai, isi pidato yang disampaikan Presiden Jokowi di COP26 Glasgow,
Skotlandia, hanya menjadi penanda buruk bagi Indonesia.

Menurutnya, berdasarkan data-data prestasi yang disampaikan
Jokowi, juga tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Terutama tentang desakan
Jokowi terhadap negara-negara maju untuk membantu negara berkembang seperti
Indonesia, dalam penanganan iklim saat ini.

Carbon Trading

Iqbal mengungkapkan, carbon
trading
atau perdagangan emisi karbon, hanya solusi ‘usang’. Menurutnya, terkait
Jokowi meminta negara-negara maju mentransfer teknologi, sebenarnya Indonesia
memiliki kemampuan yang lebih kuat untuk menekan karbon emisi, tanpa adanya
transfer teknologi tersebut.

Deforestasi Masih
Tinggi

Jokowi sempat menyatakan, Indonesia berhasil menghentikan
laju deforestasi hingga kebakaran hutan dan telah merehabilitasi 3 juta lahan
kritis selama 2010 hingga 2019. Faktanya, Iqbal mengungkap, laju deforestasi di
Indonesia masih tinggi. Fakta dalam dokumen perencanaan low carbon masih ada kemungkinan deforestasi terjadi sebesar 6 juta
hektar.

“Dari 2011 sampai 2019 angka deforestasi di Indonesia
mencapai 4,8 juta, dan lebih besar pada 10 tahun sebelumnya, yakni 2003 sampai
2011 sebesar 2,45 juta. Artinya, deforestasi di Indonesia belum dapat ditangani
dengan maksimal,” ujar Iqbal dalam terkait Tanggapan
Atas Pidato Presiden Jokowi pada COP26, Selasa (2/11/2021).

Industri Hijau

Dikutip Greenpeace.org,
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak berpendapat, sampai saat ini
Indonesia masih terjebak dalam proyek-proyek rekor seperti, Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) dan kawasan industri hijau terbesar. Ia menyarankan,
seharusnya langkah yang tepat, yakni menempuh transisi ke ekonomi hijau dalam
bentuk perubahan kebijakan yang mendasar.

Lebih lanjut, Ia juga menyampaikan dengan implementasi
seperti transisi energi secara masif dan cepat, dapat mencapai zero emission di 2050. Leonard melihat,
Jokowi belum memiliki komitmen yang serius dalam menanggapi isu krisis iklim
tersebut.

Merusak Ekosistem
Mangrove

Indonesia saat ini memiliki ekosistem mangrove terluas di
dunia, yakni 3,4 juta hektar pada 2015 atau setara 23% dari ekosistem mangrove
di dunia. Kondisi sebenarnya, setengah dari lahan tersebut rusak sebanyak 1,8
juta hektar.

Tanggapan terkait rencana pemerintah untuk merestorasi hutan
mangrove seluas 600 ribu hektar pada 2024, terdengar tidak menjadi solusi yang
tepat. Sebab, masih jauh dari kerusakan yang dialami. Terutama hutan mangrove yang
memiliki fungsi ekologi utama bagi kawasan pesisir.

Tidak Representasi
Kepentingan Rakyat

Isi pidato Jokowi juga dinilai tidak sesuai dengan
ekspektasi rakyat terkait penanganan perubahan iklim di Indonesia. Hal ini
sangat disayangkan, karena prestasi dan ambisi dalam isi pidato Jokowi di COP26, tidak mendapatkan solusi baik bagi kepentingan iklim di Indonesia, yang
jauh lebih efektif.

Selain itu, Koordinator Bidang Politik Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI) Khalisah Khalid berpendapat, isi pidato Jokowi saat itu
hanya berbicara untuk kepentingan kekuatan modal, korporasi, dan oligarki.

“Mobilisasi pendanaan iklim itu adalah solusi-solusi palsu
yang justru merampas hak masyarakat adat, lokal, dan marjinal lainnya,” imbuh
Khalisah.

Share: Solusi Jokowi di COP26 Glasgow Dianggap Tak Sesuai Fakta Lapangan