Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, saat ini Indonesia dilanda fenomena La Nina di penghujung tahun. Bukan cuma berpotensi menyebabkan berbagai bencana alam, namun juga bisa mengancam sektor pangan negeri ini.
Penyebab
Mengutip Antara, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan La Nina merupakan fenomena yang terjadi akibat mendinginnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, hingga melewati batas normalnya.
Ia menyebutkan, kondisi itu memengaruhi sirkulasi udara global, hingga mengakibatkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia.
Informasi BMKG menerangkan, fenomena La Nina menyebabkan berkurangnya potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah, dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
“La Nina merupakan fenomena yang berkebalikan dengan El Nino yang merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut di atas kondisi normalnya, yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah,” jelas Dwikorita.
Bila La Nina meningkatkan curah hujan, El Nino justru mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia, hingga memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Peningkatan Anomali
Dwikorita mengungkapkan, berdasarkan pantauan pihaknya terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina.
Nilai anomali suhu permukaan laut saat ini, kata dia, sebesar -0.61 pada dasarian I Oktober 2021. Kondisi ini menurutnya, berpotensi bisa terus meningkat anomalinya.
Dwikorita melanjutkan, Indonesia mesti segera bersiap menyambut La Nina yang diprakirakan berlangsung dengan intensitas lemah-sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
Adapun daerah yang diprediksi terkena pengaruh La Nina, serta mulai memasuki periode musim hujan pada Oktober antara lain wilayah Aceh bagian timur, Riau bagian tenggara, Jambi bagian barat, Sumatera Selatan bagian tenggara, dan Bangka Belitung.
Selain itu, daerah lainnya ialah Banten bagian barat, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian barat dan tengah, sebagian D.I. Yogyakarta, dan sebagian kecil Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Ancam Ketahanan Pangan
Lebih lanjut, Kepala BMKG itu menyebut, sektor pertanian dan perikanan diprediksi terancam oleh La Nina di penghujung tahun ini, yang bisa mengancam ketahanan pangan dan sektor pertanian.
Penyebabnya, kata dia, antara lain karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, hingga juga mengurangi kualitas produk pangan karena tingginya kadar air.
Dwikorita juga mengkhawatirkan, La Nina kali ini mengancam sektor perikanan karena pasokan ikan akan berkurang drastis. Pemicunya disebabkan nelayan tidak bisa melaut karena cuaca buruk.
“Kalaupun melaut, maka hasil tangkapannya tidak akan maksimal karena tingginya gelombang dan memengaruhi hasil laut di pasaran yang cenderung mahal,” imbuhnya.
Mitigasi
BMKG pun menyiapkan langkah mitigasi untuk meminimalkan risiko ancaman pangan ini. Mulai dari melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI), dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN).
“Para nelayan jadi bisa mengetahui nformasi cuaca maritim secara rutin demi terhindar dari kecelakaan akibat angin kencang dan hujan badai siklon tropis Seroja,” ujar Dwikorita.
Selain itu, untuk para petani juga diberikan edukasi bagaimana menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian karena La Nina.
Sementara bagi pekerja di sektor kelautan, diberikan pemahaman kalau La Nina bisa membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh nelayan tambak budi daya dan garam.