Isu Terkini

SMRC: 48,2 Persen Responden Nilai Pemberantasan Korupsi di Indonesia Buruk

Irfan — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Hari ini, pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin genap memimpin Indonesia selama dua tahun. Bagi Jokowi, periode ini adalah periode keduanya setelah pada 2014 terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia didampingi oleh Jusuf Kalla.

Di kepemimpinannya pada periode ini, Jokowi –sapaan akrab Joko Widodo– sering menjumpai sejumlah hal yang problematik. Yang paling santer mungkin polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jokowi, saat itu dihadapkan pada permintaan publik untuk menghalau revisi UU KPK yang dianggap melemahkan. Namun, harapan yang disematkan publik pada Jokowi tak kunjung terealisasi.

Dampaknya adalah banyak hal kontroversial terjadi di KPK. Yang paling kencang disorot adalah pemberhentian sejumlah pegawai karena tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan untuk menjadi ASN sebagaimana amanat UU KPK yang baru. Di sini pun Jokowi tak bisa berbuat banyak. Lalu bagaimana persepsi publik pada pemerintahan Jokowi di periode keduanya ini?

Persepsi Publik

Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang merilis survei kepuasan publik pada 19 September 2021 kemarin menyebut 48.2 persen menilai pemberantasan korupsi di Indonesia semakin memburuk.

Mengambil 1220 responden dengan margin of eror 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, survei dengan multistage random sampling ini hanya menyisakan 24.9 persen responden yang menyebut pemberantasan korupsi baik/sangat baik. Sementara 23.2 persennya menyebut sedang dan 3.8 persen mengaku tidak tahu.

Dari jumlah responden tadi, 49.1 persennya juga menilai semakin banyak korupsi terjadi. Sebanyak 27.8 persennya menyebut sama saja, dan hanya 17.1 persen yang menyebut korupsi di Indonesia makin sedikit dibanding tahun lalu.

Cenderung Memburuk

Data yang dirilis SMRC juga menyebut dalam dua tahun terakhir, persepsi atas korupsi cenderung memburuk. Dari April 2019 ke September 2021, yang menilai korupsi semakin banyak jumlahnya naik sedikit dari 47.6 persen menjadi 49.1 persen. Sedangkan yang menilai korupsi menurun justru melandai dari 24.5 persen menjadi 1.7 persen.

Kendati demikian, dari sisi penegakan hukum, yang puas dan tidak puas cukup terpaut selisih yang besar. Menurut data, 44.8 persen warga menilai kondisi penegakan hukum baik/sangat baik. Sementara 24.8 persen menilai buruk, 27.2 persen menilai sedang, dan 3.1 persennya menjawab tidak tahu.

Namun, dibanding dua tahun lalu, survei kali ini menunjukan peningkatan warga yang menilai penegakan hukum cenderung memburuk. Jika pada survei September 2019 hanya 15.1 persen warga yang menilai penegakan hukum memburuk, di tahun ini jumlahnya naik drastis menjadi 24.8 persen.

Ini berkelindan pada persepsi publik atas kondisi politik dalam negeri. Pada survei September 2021, warga yang menilai kondisi politik nasional baik sekitar 26.8 persen, sementara yang menilai buruk 24.4 persen. Hanya selisih sedikit.

Perbandingannya, pada survei 2019, ada 41 persen warga yang menyebut situasi politik baik, kini menurun jadi 26.8 persen. Sementara yang menilai buruk naik dari 14.5 persen menjadi 24.4 persen.

Baca Juga

Share: SMRC: 48,2 Persen Responden Nilai Pemberantasan Korupsi di Indonesia Buruk