Isu Terkini

Riset Berpedoman Pancasila Berpotensi Kekang Kebebasan Akademik

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi. Foto: Unsplash.

Keinginan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) agar penelitian dan riset Indonesia berpedoman pada Pancasila, menjadi perhatian para peneliti dan akademisi. Hal ini dianggap berpotensi mengekang kebebasan akademik.

Bentuk Salah Kaprah

Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Berry Juliandi, menilai hal ini merupakan bentuk salah kaprah dalam menyikapi riset. Ia menyebut, penyebabnya tak lain karena BRIN saat ini lebih banyak diisi kalangan politikus daripada praktisi dan profesional.

“Ini adalah bentuk salah kaprah bagi orang-orang yang tidak mengerti dengan riset dan inovasi. Kita tahu, Dewan Pengarah BRIN ini lebih banyak diisi orang-orang yang terjun ke politik dan dewan pengarahnya diketahui oleh pimpinan partai. Enggak heran kalau orientasinya seperti ini,” jelasnya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (15/10/2021).

Ia menegaskan, riset tidak boleh dikekang oleh aturan apapun termasuk ideologi negara. Sebab, riset bersifat bebas dan terbuka dari kepentingan apapun.

Menurutnya, riset memiliki empat sifat utama yakni, bisa dilakukan siapa saja, kemudian bersifat universal atau nilai-nilai yang ditemukan berlaku untuk seluruh keadaan, netral atau tidak berpihak pada kepentingan apapun, serta terbuka untuk publik.

“Dari sifat-sifat tadi, selama ini terbukti kalau riset menjadi sumber kemajuan di masyarakat modern,” ucapnya.

Melalui keempat sifat ini pula, kata dia, dihasilkan ilmu pengetahuan atau sains yang bisa meningkatkan kesejathteraan umat manusia.

“Justru kalau dikekang dengan suatu ideologi, maka dia tidak bisa berfungsi seperti yang berjalan manfaatnya seperti saat ini,” imbuhnya.

Tidak Bebas Nilai Saat Penerapan

Sosiolog Pendidikan, Paulus Wirutomo, pun mengamini bahwa riset tidak boleh dikekang secara keilmuan. Bila riset didikte harus berdasarkan kepentingan tertentu, maka akan hilang esensinya.

“Ilmu itu memang harus objektif. Artinya, orang yang mau mengembangkan ilmu melalui riset itu harus objektif. Sehingga, kalau dia mendapatkan hasil A, maka harus disampaikan A sesuai yang diperoleh. Peneliti juga harus objektif dan bebas mengembangkan ilmunya,” ujarnya saat dihubungi terpisah.

Namun, ia memahami maksud perlunya memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap riset yang dilakukan. Menurutnya, keterikatan riset dengan Pancasila diperlukan saat hasil kajian dibutuhkan untuk kepentingan penerapan kebijakan.

“Setelah mendapatkan hasil riset, biasanya ada yang digunakan untuk kebijakan. Saat hasilnya digunakan untuk kebijakan, di situlah ilmu itu jadi tidak bebas nilai,” katanya.

Paulus menjelaskan, ilmu yang tidak bebas nilai ini artinya, dipergunakan untuk sesuatu yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan yang dipegang selama ini, seperti Pancasila.

Ia mencontohkan, menerapkan riset dengan ilmu yang nilainya terikat dengan Pancasila, seperti saat melakukan penelitian harus mengedepankan moral dan kepentingan kemanusiaan.

“Misalnya, di bidang kedokteran membuat inovasi tidak boleh melanggar nilai-nilai Pancasila seperti  tidak boleh membuat kloning, menduplikasi makhluk hidup, atau membuat senjata pemusnah massal berupa virus. Inilah yang dimaksud BRIN, menjaga nilai moral yang tidak bertentangan dengan agama dan kemanusiaan,” tutur Paulus.

Berry Juliandi menimpali, di dalam proses riset sebetulnya secara otomatis moralitas dari seorang peneliti dan akademisi tengah diuji.

“Sehingga, tanpa berpedoman pada ideologi pun nilai-nilai moralitas yang merupakan bagian dari Pancasila sebetulnya itu sudah ada di dalam proses riset. Enggak perlu diarahkan,” ungkap dia.

Riset Indonesia Masih Tertinggal

Berry mengungkapkan kondisi riset di Indonesia saat ini, secara umum memang belum sebaik negara-negara yang maju peradabannya.

Ia mengatakan, secara teknologi dan keilmuan, potensi riset negeri ini masih jauh tertinggal meski sudah memiliki banyak peneliti yang secara keilmuan expert di bidangnya.

“Nah, kondisi riset negara kita yang masih tertinggal jauh dalam berbagai hal terus sekarang risetnya mau dikekang, tentu bisa semakin menghambat pengembangannya,” ucap Berry.

Oleh sebab itu, dirinya mendorong jika Pancasila harus menjadi landasan di dalam penelitian, semestinya bukan fokus pada kegiatan riset, melainkan pada area penerapan teknologinya.

“Hal ini yang banyak belum dipahami. Apalagi Dewan Pengarah BRIN pengurusnya banyak yang dari kalangan politikus,” pungkasnya.

Sementara itu, menurut Paulus dari sisi politik, menjalankan riset sesuai dengan ideologi negara sebetulnya sah-sah saja. Namun, tentu harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

“Kalau bicara secara hukum memang enggak ada masalah. Tentunya riset ini yang jelas harus disesuaikan sejauh mana kebutuhannya, dan yang ingin dicapai bukan asal berpedoman pada Pancasila,” tandas Paulus.

Baca Juga:

Akademisi Kritik Megawati Dewan Pengarah BRIN, PDIP Pasang Badan

Daftar Dewan Pengarah BRIN yang Dilantik Jokowi, Megawati Hingga Emil Salim

BRIN Ungkap Tiga Dugaan Sumber Pencemaran Parasetamol di Teluk Jakarta

Share: Riset Berpedoman Pancasila Berpotensi Kekang Kebebasan Akademik