Karya sineas Indonesia dinilai semakin diperhitungkan di kancah internasional. Kehadiran berbagai platform streaming membuat karya-karya sineas tanah air semakin berpeluang tampil di luar negeri karena mampu terdistribusi secara digital.
Tayang di banyak negara
Terkini ada Nia Dinata, sutradara yang dikenal lewat film “Arisan” dan “Berbagi Suami” ini, mengumumkan karya barunya yakni film berjudul “A World Without” yang dilirik Netflix. Melalui platform tersebut, film ini bakal tayang di 190 negara secara streaming.
“A World Without” berlatar tahun 2030 dan menceritakan saat sebuah organisasi misterius bernama The Light, berjanji untuk membantu para anggotanya, sekumpulan anak muda untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka.
“Film ini mengangkat tema empowerment serta harapan, keberanian, dan sisterhood, sekaligus menawarkan pandangan unik mengenai segala kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan,” ungkap Nia dalam acara konferensi pers virtual, Selasa (12/10/21).
Ia mengaku tak menyangka karyanya yang diproduksi di masa pandemi COVID-19 bisa bekerja sama dalam lingkup internasional. Meski banyak keterbatasan selama produksi, namun dirinya mengaku menikmati seluruh prosesnya hingga siap tayang mulai 14 Oktober nanti.
“Kalau mau bikin film panjang, saya selalu treat kayak mybaby. Enggak bisa buru-buru. Ini enjoy prosesnya. Siapa sih yang tahu, 2020 terjadi pandemi dan Netflix suka idenya. Tayang di 190 negara sesuatu yang hebat dan saya harap ceritanya relate buat semua penontonnya,” tuturnya.
Evolusi sinema
Adapun pengalaman bekerja sama dengan Netflix untuk memproduksi konten film yang ditayangkan di banyak negara juga pernah dilakukan sineas lainnya, yakni Timo Tjahjanto. Ia pernah bekerja sama membuat film Netflix berjudul “The Night Comes for Us”.
Ia mengungkapkan kehadiran platform streaming memang merupakan salah satu cara agar karya sineas bisa disaksikan secara global dan dinikmati penonton dari berbagai negara. Adapun saat dirinya memutuskan bekerja sama dengan Netflix karena tak bisa dipungkiri digitalisasi perfilman adalah sebuah keniscayaan.
“Menurut saya platform streaming memang evolusi dari sinema. Kita memang bisa dapat exposure lebih dengan adanya streaming ini, lebih mempermudah film-film Indonesia untuk dilirik film luar,” kata Timo saat dihubungi Asumsi.co melalui sambungan telepon, Rabu (13/10/21).
Dirinya menuturkan idealnya film memang dibuat untuk layar bioskop. Namun perlu disadari dengan kemajuan teknologi saat ini, serta situasi pandemi COVID-19 membuat banyak orang tak mau keluar rumah.
“Mereka jadi lebih senang menikmati hiburan dari rumah. Jadi kita sebagai film maker, tidak bisa lagi mengatakan kalau film kita hanya bisa ditonton di bioskop doang. Jadi kita sekarang sudah harus mempunyai pola pikir semudah apa film atau karya kita bisa dijangkau masyarakat luas,” tutur sutradara “Rumah Dara” ini.
Ia menilai selama masa pandemi COVID-19 masih berlangsung memilih merilis film di bioskop tidak menjanjikan. Pasalnya, kapasitas bioskop saat ini masih 50 persen yang tentu sulit mendongkrak penjualan tiket.
“Kemudian kalau digalakkan untuk nonton lagi ke bioskop, kelihatan orang-orang masih khawatir dengan situasi pandemi. Bagaimana pun juga kita tetap berterima kasih dengan kehadiran streaming ini yang membuat film Indonesia punya kesempatan dilihat secara global,” tandasnya.
Penghargaan internasional
Sementara itu, Chief Of Content Vidio Tina Arwin mengatakan pengguna platform streaming saat ini sudah sangat besar di Indonesia. Perkembangan yang sangat pesat membuat semakin banyak penonton yang beralih ke platform ini.
“Selain itu wadah yang ada pada platform streaming bisa di bilang tidak terbatas jumlah, waktu dan tempat, sehingga kebebasan berkarya dan waktu jadi memungkinkan bagi para kreator konten. Hal-hal ini yang memicu para sineas untuk semakin melirik platform streaming sebagai next destination,” katanya saat dihubungi terpisah, Rabu (13/10/21).
Tina menambahkan karya-karya sineas Indonesia saat ini memang semakin dilirik oleh banyak negara, selain karya-karya dari Korea, India, dan Thailand.
“Namun, dari berbagai festival internasional yang ada, karya Indonesia pun sudah mulai masuk perhitungan. Pada 28 September kemarin, salah satu serial Vidio terbaik yaitu Serigala Terakhir meraih 2 penghargaan di Content Asia Awards 2021,” ungkapnya.
Ia menerangkan Content Asia Awards merupakan ajang penghargaan besutan ContentAsia yang merupakan publikasi terbesar dan terlama untuk indutsri konten yang ada di kawasan Asia.
“Serigala Terakhir mendapatkan 3 nominasi dan memenangkan 2 di antaranya yaitu Best Director of A Scripted Format – Tommy Dewo dan Best Male Lead in a TV Programme – Abimana Aryastya,” ucapnya.
Nilai keuntungan
Tina Arwin menjelaskan soal keuntungan konten karya sineas Indonesia dilakukan pembagiannya berdasarkan skala produk yang dikerjakan. Vidio, kata dia lebih menekankan pada serial dibanding film untuk produksi original.
Dengan demikian, menurutnya nilai dari keuntungannya menjadi sangat fluktuatif dari sisi jumlah episode dan pemain yang terlibat di dalam produksinya.
Namun, ia memastikan produksi serial Vidio mengikuti flow produksi film dibanding sinetron, ketika semua proses menjadi lebih lama dan panjang.
“Kalau kekurangan menayangkan lewat situs streaming bisa di katakan hampir tidak ada, karena kebebasan tadi. Dimana saja, kapan saja, berapa saja jumlah yang mau di tonton bisa di atur oleh pemirsanya. Keterbatasan mungkin lebih kembali kepada keinginan dan keputusan pemirsa sendiri dalam menentukan langganan paket datanya,” imbuh dia.
Sedangkan Timo Tjahjanto menyebut nilai keuntungan perilisan karya melalui jalur streaming, lanjutnya memang lebih jelas diketahui besaran uang yang diperoleh dibandingkan penayangan bioskop yang berbasis penjualan tiket.
“Mungkin dunia streaming lebih aman karena kita sudah tahu perhitungannya dari masukin film streaming lewat platform A atau B bisa dapat uang berapa. Ini sistemnya kan, beda dari bioskop. Kalau bioskop kita bisa untung besar kalau tiket filmnya laris manis tapi bisa rugi kalau tiket yang terjual sedikit,” terangnya.