Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan sudah menyerahkan laporan hasil investigasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Laporan TGIPF terdiri dari 124 halaman yang berisi temuan investigasi Tragedi Kanjuruhan hingga rekomendasi ke semua stakeholder. Di antaranya, rekomendasi untuk Menteri PUPR, Menteri Pemuda dan Olahraga, hingga Menteri Kesehatan.
TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyimpulkan, tembakan gas air mata sebagai pemicu kepanikan massal yang berakhir menjadi insiden yang menyebabkan 132 orang meninggal dunia.
“Yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan. Itu penyebabnya,” ujar Ketua TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Mahfud MD dalam konferensi pers virtual, Jumat (14/10/2022).
Bahaya gas: Tingkat keberbahayaan racun dalam gas air mata tersebut sedang diperiksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Namun, kata dia, apapun hasil dari pemeriksaan BRIN tidak akan mengubah kesimpulan bahwa kematian massal dalam Tragedi Kanjuruhan disebabkan gas air mata. Laporan hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan sudah diserahkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Laporan TGIPF mengungkap, temuan fakta mengerikan saat ‘detik-detik’ Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 132 orang meninggal dunia.
“Fakta yang kami temukan korban yang jatuh itu proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi (TV) ataupun di medsos (media sosial),” ucapnya.
Fakta tersebut terungkap dari 32 CCTV yang dimiliki aparat kepolisian. Ia menceritakan bagaimana tragisnya insiden tersebut.
“Itu lebih mengerikan daripada sekadar semprot mati, semprot mati gitu. Ada yang saling bergandengan untuk bisa keluar bersama, satu bisa keluar, yang satu tertinggal, yang di luar balik lagi untuk menolong temannya terinjak-injak mati. Ada juga yang memberi bantuan pernafasan itu karena apa satunya, tidak bisa bernafas, kena semprot juga mati,” tutur Mahfud.
Lari dari tanggung jawab: Berdasarkan hasil pemeriksaan TGIPF, semua stakeholder saling menghindar dari tanggung jawab. Semua stakeholder berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah.
“(dalam rekomendasi itu) kami juga menyebut, jika kami mendasarkan diri pada norma formal maka semuanya menjadi tidak ada yang salah. Karena yang satu mengatakan aturannya sudah begini, kami laksanakan. Yang satunya bilang, saya sudah kontrak, saya sudah sesuai dengan statuta FIFA gitu, sehingga di dalam catatan kami disampaikan bahwa, pengurus PSSI harus bertanggung jawab dan sub-sub organisasinya bertanggung jawab itu,” ujar Ketua TGIPF Mahfud MD dalam konferensi pers virtual, Jumat (14/10/2022).
Catatan akhir: PSSI bertanggung jawab berdasarkan aturan dan moral. Menurut Mahfud, aturan hukum sebagai norma seringkali tidak jelas dan dimanipulasi. Maka, dalam menyikapi Tragedi kanjuruhan perlu melihat dari asas tanggung jawab. Yaitu, keselamatan publik sebagai hukum yang lebih tinggi daripada hukum yang ada.
“Ini sudah terjadi, keselamatan publik terinjak-injak. Lalu, ada tanggung jawab moral di atas itu, disinilah, kami memberikan catatan akhir yang tadi digaris bawahi oleh bapak Presiden (Jokowi), Polri supaya meneruskan penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang lain yang juga diduga kuat terlibat dan harus ikut bertanggung jawab secara pidana dalam kasus ini,” ucapnya.
TGIPF memiliki banyak temuan indikasi yang bisa didalami oleh Polri. “Adapun tanggung jawab moral ini, dipersilahkan masing-masing melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang beradab,” tutur Mahfud.
Baca Juga:
TGIPF: Gas Air Mata Penyebab Kematian Massal dalam Tragedi Kanjuruhan
TGIPF: PSSI Harus Bertangung Jawab atas Tragedi Kanjuruhan
Mahfud: Tragedi Kanjuruhan Lebih Mengerikan dari yang Beredar