Budaya Pop

Pak Raden, Spider-Man, Doctor Strange, dan Kompleksitas Hak Cipta

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Unsplash/ Waldemar Brandt

Sengkarut hak cipta atas sejumlah tokoh Marvel mencuat baru-baru ini. Marvel dan Disney, selaku penerbit komik dan film sedang berseteru dengan sejumlah ahli waris dan mantan pekerjanya yang menuntut pembagian hak cipta karakter-karakter yang telah mendunia.

Pusat permasalahan kasus ini adalah kepemilikan hak cipta yang diklaim oleh kedua belah pihak. Di satu sisi Marvel beranggapan bahwa para tokoh tersebut diciptakan oleh pegawai mereka, sehingga dengan sendirinya hak cipta dimiliki sepenuhnya oleh Marvel. 

Di lain pihak, para penuntut menganggap kepemilikan hak cipta terbagi antara Marvel dan para pencipta tokoh.

Pentingnya Memahami Hak Atas Karya

Program Director Katapel.id yang membidangi inkubasi kekayaan intelektual, Robby Wahyudi, menaruh perhatian atas sengketa hak cipta dari tokoh-tokoh Marvel ini. Ia mengatakan, akar dari perkara ini adalah perebutan kepemilikan hak cipta dan hak komersil dari sebuah karya intelektual (IP). 

Pada dasarnya, kata dia, pencipta karakter Spider-Man dan Doctor Strange adalah Stan Lee selaku penulis dan editor, kemudian Steve Ditko sebagai penulis dan konseptor, serta Jack Kirby yang statusnya adalah Concept Artist kedua karakter.

“Di saat itu penciptaan sebuah karya merupakan sebuah kerja kolaborasi tanpa didasari oleh kontrak yang jelas dan hubungan karyawan dan perusahaan. Ini yang menjadi basis perdebatan antara keluarga mendiang Steve Ditko, dan Disney sebagai pemilik Marvel Studio,” kata Robby melalui pernyataan tertulisnya kepada Asumsi.co, Rabu (29/9/21).

Ia menjelaskan bahwa hak cipta dan kepemilikan tokoh-tokoh pahlawan super ini diributkan karena saat menciptakan karakter komik, kreator dan penerbit bekerja sama tanpa melihat efek jangka panjang yang akan diderita si kreator.

“Penerbit yang secara legal memiliki pengetahuan yang lebih luas terhadap hukum dan Undang-undang Hak cipta mempergunakan kondisi ini untuk “memperkerjakan” para komikus atau kreator agar karya mereka bisa dimiliki secara komersil dalam waktu yang cukup lama,” jelas dia.

Oleh sebab itu, menurutnya penting bagi setiap kreator untuk mengetahui bahwa dalam sebuah penciptaan karya ada dua hak yang dimiliki mereka. “Yaitu hak komersil dan hak cipta. Ini sangat penting sekali diketahui IP creator,” ucapnya.

Pengembalian Hak Cipta

Ada perbedaan antara hak cipta sebuah karya yang dibuat seseorang untuk diberikan kepada pihak lain selaku pemberi pekerjaan dengan karya yang hak ciptanya tercatat secara hukum dan bisa dipinjam oleh entitas atau pihak lain.  

CBR mencontohkan, saat Jerry Siegel dan Joe Shuster menciptakan tokoh Superman, karakter tersebut telah dibuat konsepnya secara terpisah sebelum diserahkan kepada National Allied Publications yang saat ini dikenal dengan nama DC Comics. Inilah yang disebut dengan membuat karya untuk dijual dan diberikan kepada orang lain.

Karena penciptaan tokoh Superman dilakukan di luar DC Comics, maka saat ini DC, dan Warner Bros sebagai pemilik DC Comics, memerlukan kerja sama bisnis tersendiri yang berada di luar kesepakatan hak cipta yang diberikan oleh kedua kreatornya.

Robby Wahyudi mengatakan Undang-undang Hak Cipta Amerika Tahun 1976 menyatakan seluruh produk hak cipta untuk pihak lain bisa dikembalikan ke penciptanya dalam jangka waktu 75 tahun setelah karya tersebut diciptakan.

Bila Disney, selaku induk dari Marvel, kalah dalam tuntutannya, kata dia kepemilikan Disney atas karaker-karakter ikoniknya akan dikembalikan kepada para kreatornya. Selain itu, kemungkinan besar keluarga dari Steve Ditko akan menawarkan hak komersial karakter atau aset yang dimiliki mereka ke penawar tertinggi. 

Jika ini yang terjadi, Robby meyakini bakal memicu tuntutan dari kreator lainnya atas kepemilikan karakter di Marvel. “Mungkin kita akan melihat studio-studio seperti Netflix strike a deal dengan keluarga almarhum Steve Ditko,” ungkapnya.

Selain itu, kekalahan gugatan bisa membuat Disney dan Sony Entertainment yang memegang hak atas sinema Spider-Man, kehilangan hak mereka dalam kepemilikan IP masing-masing tokoh pada bulan Juni 2023. 

Namun, penjualan atau penghasilan yang telah didapatkan sebelumnya tetap menjadi milik Disney karena hak komersilnya secara sah dimiliki oleh perusahaan besutan Walt Disney ini. Begitu pula dengan Sony. “Jika Disney menang, maka Marvel meneruskan universe-nya,” imbuh Robby.

Kasus Serupa di Indonesia

Robby mengatakan, di Indonesia juga pernah terjadi sengketa hak cipta saat Perum Produksi Film Negara (PFN) menuntut kepemilikan karya intelektual atas tokoh Pak Raden yang sangat ikonik dengan cerita “Si Unyil” beberapa puluh tahun yang lalu di TVRI.

Mereka menuntut dan berhasil menguasai kepemilikan IP untuk karakter Pak Raden yang sempat disiarkan secara terpisah di salah satu televisi swasta. Walhasil, tokoh ini pun tak dimunculkan lagi dalam acaranya setelah kemenangan PFN. 

Robby menilai kasus seperti ini terjadi karena banyak dari kreator di Indonesia sangat tidak detil perhatiannya terhadap kontrak kerja dan kepemilikan IP. 

“Begitu juga sebaliknya, sang pemberi perkerjaan, dalam hal ini si empunya ide juga jarang sekali memperhatikan klausa pelepasan hak cipta dari artist yang dipekerjakan,” tandasnya.

Share: Pak Raden, Spider-Man, Doctor Strange, dan Kompleksitas Hak Cipta